Setiap Tahun, 2 Miliar Rupiah Dibayarkan ke RS Polri Untuk PMI
JAKARTA – Biaya yang diperlukan untuk menangani permasalahan kesehatan pekerja migran Indonesia (PMI) di dalam negeri, ternyata nilainya tidak kecil.
Hal tersebut dikemukakan oleh Kepala BP2MI, Benny Ramdhani di Jakarta pada Senin (29/08/2022) siang kemarin.
“Kita selama ini kerjasama dengan RS Polri. Setiap tahun kita ditagih Rp 2 miliar, paling kecil Rp 1,5 miliar,” ungkap Benny.
Guna meniminalkan biaya tersebut agar lebih maksimal dan efisien, Benny Ramdhani meminta pemerintah membangun pusat pendidikan dan pelatihan untuk memfasilitasi para Pekerja Migran Indonesia.
Permintaan untuk membangun pusdiklat, terutama yang dilengkapi dengan ruang rawat inap.
Benny menuturkan, dirinya mempunyai mimpi Indonesia bisa memiliki pusdiklat yang dilengkapi dengan ruang rawat inap.
Keberadaan ruang rawat inap pada pusdiklat yang diusulkannya bernama Indonesia Migrant Center bisa menekan biaya-biaya yang seharusnya tidak dikeluarkan untuk para PMI.
“Kita bisa sharing ruangnya dari kita, tapi tenaga medisnya dari RS Polri. Kalau masih perawatan ringan kan mereka tidak perlu bayar penginapan di Jakarta atau di rumah sakit,” kata Benny.
Adapun usulan soal pembangunan pusdiklat tersebut, kata Benny, sudah disampaikan ke DPR.
Dalam usulannya, Benny menegaskan jika pusdiklat yang mutakhir bisa dibangun, artinya Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang memiliki fasilitas mulai dari pusat pendidikan dan pelatihan, rumah penampungan, hingga ruang rawat inap.
“Kalau ini bisa kita wujudkan, ini pasti yang pertama di dunia, ya saya itu bermimpi kita punya Indonesia Migrant Centre,” ucap Benny.
Benny menjabarkan, idealnya pusdiklat yang baik harus mencukupi tiga dimensi.
Dimensi pertama ialah keberadaan bangunan pusat pendidikan dan pelatihan berikut instruktur yang terampil.
“Kita bisa kerjasama kok dengan pihak perguruan-perguruan tinggi, jadi instrukturnya akan melatih, termasuk lembaga-lembaga pelatihan yang memang milik pemerintah itu kan orang-orang yang expert di bidangnya,” ucapnya.
Dimensi yang kedua, lanjut Benny, ialah keberadaan rumah ramah bagi para pekerja migran.
Rumah ramah ini nantinya bisa menjadi tempat penginapan sementara bagi para PMI yang misalnya baru saja tiba di Indonesia dan memiliki kepentingan tertentu di ibu kota sebelum balik kampung.
“Rumah ramah itu kalau PMI pulang dari luar negeri, mereka masih berkeinginan ada di Jakarta untuk satu dan dua hal urusan kepentingan, jangan lah uangnya dari luar negeri habis untuk membayar hotel, biaya penginapan,” kata Benny.
“Nah jadi ada tempat menginap yang spesial, disiapkan oleh negara untuk mereka, termasuk jika mereka akan berangkat ke luar negeri,” ucapnya.
Sedangkan dimensi ketiga yang dimaksud Benny dalam pembangunan pusdiklat yang ideal ialah keberadaan ruang rawat inap tadi.
Pasalnya, selama ini BP2MI masih harus mengirimkan para PMI yang baru saja dipulangkan menuju RS Polri untuk penanganan misalnya mengobati luka akibat siksaan majikan di luar negeri maupun pemulihan kondisi psikis.
“Mudah-mudahan ini terwujud, sudah diajukan, sudah dibicarakan dengan DPR, sudah dibicarakan dengan kementerian dan lembaga,” pungkas Benny. []