Sudah Lebih dari 200 Warga Myanmar Tewas Sejak Kudeta Militer Terjadi di Negara Itu
JAKARTA – Situasi di Myanmar kian mengkhawatirkan dari hari ke hari. Pasalnya, berdasarkan laporan dari Komisi Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hingga saat ini lebih dari 200 orang tewas dalam bentrokan antara aparat keamanan Myanmar dan pedemo usai kudeta pada 1 Februari lalu.
Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet, mengatakan situasi di Myanmar semakin mengkhawatirkan terutama setelah darurat militer diberlakukan dan pemutusan layanan internet terjadi pada beberapa kota pusat kerusuhan demonstran dan aparat terjadi.
“Kemarin kami diberitahu bahwa 149 orang meninggal dan sekarang kami bisa katakan 202 orang tewas sejak 1 Februari, termasuk 121 orang meninggal sejak Jumat pekan lalu,” kata Bachelet kepada CNN pada Rabu (17/03/2021).
Bachelet mengatakan angka kematian masih bisa lebih banyak lagi karena badan PBB belum memiliki akses ke beberapa daerah lain yang berpotensi memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi lagi.
Selain korban tewas, Bachelet mengatakan sedikitnya sudah ada 2.400 lebih orang yang ditahan junta militer. Militer juga mengancam menjatuhkan hukuman mati terhadap para pengunjuk rasa anti-kudeta, terutama di kota-kota yang telah ditetapkan status darurat militer.
Tanggapan aparat keamanan Myanmar semakin brutal terhadap
Ribuan warga Myanmar memilih untuk kabur setelah ketegangan antara massa anti-kudeta militer dengan pasukan keamanan terus memakan korban jiwa.
Media massa Frontier Myanmar melaporkan ribuan orang pada Selasa (16/3) memilih kabur membawa barang-barang mereka menggunakan sepeda motor. Warga distrik Hlaing Tharyar mengatakan keputusan mereka untuk kabur disebabkan pemberlakuan darurat militer di daerah tersebut.
Darurat militer diterapkan militer di Hlaing Tharyar menyusul bentrokan pedemo dan aparat hingga menewaskan lebih dari 40 orang pada akhir pekan lalu. Hlaing Tharyar merupakan kota di pinggiran Yangon yang menjadi rumah bagi migran dan pekerja.
Bentrokan terjadi menyusul pembakaran sejumlah pabrik China oleh sekelompok orang. China memang selama ini dipandang mendukung junta militer Myanmar.
“Di sini seperti zona perang, mereka menembak di mana-mana. Sebagian besar orang terlalu takut untuk keluar rumah,” kata seorang warga kepada Reuters. []