Tak Lagi Menjadi Pekerja Migran, Dua Pemuda Kediri Fokus Menjalankan Usaha Angkringan
KEDIRI – Hari sudah beranjak petang. Meskipun demikian, suasana di Desa Tertek, Kecamatan Pare, masih riuh. Ramai oleh aktivitas warganya.
Beberapa bocah saling berlari di tepi jalan desa. Mengejar satu bola plastik yang jadi mainannya. Sementara, ada juga beberapa pria duduk tenang di tepi sungai yang mengalir di tepi jalan. Dekat dengan anak-anak yang bermain bola itu. Para lelaki itu asyik menunggu umpan di ujung kailnya termakan ikan.
Keriuhan juga tersaji di salah satu rumah.
Di salah satu rumah, kesibukan juga tersaji. Seorang lelaki terlihat sibuk di dapur. “Baru selesai masak,” ucap pemuda 21 tahun bernama Bima Lutter Krisdiyanto itu.
Pemuda berkaos abu-abu itu tak malu membantu sang ibu memasak. Apalagi dia juga jago masak. Kemampuan yang dia peroleh setelah dua tahun menggembleng diri di Malaysia. Saat dia menjadi pekerja migran Indonesia (PMI).
“Di Malaysia dulu bekerja di restoran masakan campuran. Kebetulan jadi juru masak,” terang lelaki berambut cepak itu.
Bima, demikian dia biasa disapa, bisa disebut pemuda pemberani. Sudah berani merantau ke negara orang pada usia 18 tahun. Tepat beberapa bulan setelah lulus SMK. Kenekatannya itu didorong keinginan memiliki pengalaman kerja. Meskipun dia harus melalui jalur tak resmi alias ilegal.
Dia tak sendiri. Bima berangkat ke Malaysia bersama adik sepupunya, Wendi Septi Subangkit. Di negeri jiran itu, keduanya menemui pamannya yang lebih dulu tinggal. “Di Malaysia ikut pakde, ditawari pekerjaan di restoran itu,” kenangnya.
Kedua pemuda ini tergolong nekat. Bermodal paspor dan visa wisata-yang hanya berlaku satu bulan-mereka membantu pamannya bekerja di restoran. Hingga akhirnya diangkat sebagai karyawan.
Bima dan Wendi memilih tetap berstatus ilegal. Meskipun bisa memperpanjang visa, namun mereka berpikir biaya yang harus dikeluarkan mahal. Tak sebanding dengan gaji yang mereka terima. Apalagi, pemilik karyawan juga ingin menekan gaji mereka. Bila menjadi pekerja resmi, bayaran yang diberikan juga harus lebih tinggi lagi.
Karena didukung pemilik restoran, ‘keamanan’ mereka juga terjamin. Terutama ketika ada pemeriksaan dari penegak hukum Malaysia, mereka dilindungi oleh sang bos.
Tak heran bila mereka selalu lolos dari penggerebekan polisi. Pemilik restoran selalu memberitahu ketika ada operasi pendatang ilegal. Sehingga, ketika hari penggerebekan terjadi mereka tak ada di restoran. Melainkan berada di rumah pemilik restoran. Berpura-pura menjadi tamu dan tinggal di rumah pemilik restoran itu.
Toh, sepandai-pandai tupai melompat, ada saatnya terjatuh pula. Pepatah itu nyaris mereka rasakan. Suatu saat, ketika keduanya asyik memasak di dapur restoran, tiba-tiba ada polisi yang datang menggerebek. Entah mengapa, kali ini sang pemilik restoran tidak tahu akan ada operasi pendatang ilegal.
Sontak, dua pemuda itu dan beberapa pekerja ilegal lainnya langsung semburat. Mereka berusaha melarikan diri. Keluar dari pintu dapur. “Wis, langsung saya tinggal masakan saya yang belum jadi. Pesan Grab menuju rumah pemilik restoran, berempat saat itu,” terangnya menceritakan peristiwa yang membuatnya deg-degan.
Terlepas dari kisah suka dan duka itu, keduanya akhirnya pulang ke tanah air pada November 2020. Dengan beberapa ribuan ringgit yang sudah mereka tukar dengan rupiah. Uang yang akan mereka jadikan modal untuk membangun usaha kuliner di rumah.
Pengalaman memasak itu membuat keduanya mendirikan angkringan. Angkringan yang mereka kelola dengan dibantu oleh sang ibu itu berada di salah satu ruas jalan di Pare. Menunya beragam sate. Mulai sate bekicot, sate kulit ayam, hingga sate jeroan. Juga ada nasi bungkus berbagai menu.
Biasanya, angkringan mereka buka mulai maghrib hingga dini hari. Namun, karena saat ini ada PPKM darurat, angkringan mereka terpaksa tutup sementara. Namun, karena dapur harus tetap mengebul, mereka mengganti dengan berjualan dengan menitipkan masakannya ke warung makan.
Terlepas semua itu, angkringan yang mereka dirikan sejak Februari 2021 itu juga membawa berkah bari teman dan kerabatnya. Sebagian dari mereka bisa bekerja di angkringan tersebut. Meskipun, untuk sementara ini terpaksa libur terlebih dulu. []
Sumber Radar Kediri