Terkiwir-Kiwir dengan PMI asal Panggungrejo Blitar, Tinggal di Blitar Secara Ilegal, Dua WN Pakistan Menjalani Proses Hukum
BLITAR – Dua orang pria berkewarganegaraan Pakistan berinisial IR (37) dan M (32) harus menghadapi konsekwensi hukum yang berlaku di Indonesia setelah mereka ketahuan berada dan masuk ke Indonesia secara ilegal.
Bahkan, di Indonesia, IR sampai memiliki anak hasil hubungannya dengan W, seorang mantan PMI asal sebuah desa di Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
Hal tersebut terungkap, setelah Imigrasi Blitar melakukan konferensi pers pada Selasa (12/12/2023) siang kemarin.
Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan pada Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar, Raden Vidiandra, dalam keterangan persnya mengatakan pihaknya telah menetapkan IR dan WM sebagai tersangka pelanggaran keimigrasian.
“Alat bukti dan bukti sudah lengkap. Pagi ini kami serahkan keduanya ke Kejaksaan Negeri Blitar,” ujar Vidi
Pelanggaran yang disangkakan kepada IR dan M, kata Vidi, adalah Pasal 119 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman kurungan paling lama 5 tahun dan denda paling banyakk Rp 500 juta.
Berdasarkan hasil penyelidikan, IR bertemu W dan menikah secara siri saat keduanya sama-sama bekerja sebagai PMI di Hong Kong. Selanjutnya, W pulang ke kampung halamannya di Blitar.
Pada akhir 2022, lanjutnya, IR mengajak rekan senegaranya sesama buruh migran, M, untuk masuk Indonesia melalui jalur tikus dengan tujuan menyusul hiyang hiyangan yang menjadi istri sirinya, M di Kabupaten Blitar.
Mereka tinggal selama sekitar 2 bulan di Blitar. Pada awal 2023 IR dan M pergi ke Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menemui agensi yang akan mengirim mereka secara ilegal ke Australia. Namun upaya ini gagal sehingga keduanya kembali ke Blitar.
Pada 20 Februari 2023, kata Vidi, petugas mengetahui keberadaan IR dan M sebagai WNA Pakistan yang tinggal di Dusun Panggungpucung, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar, tanpa dilengkapi dokumen keimigrasian yang diperlukan.
“Mereka tidak memegang paspor maupun izin tinggal. Mungkin saja ada kesengajaan menghilangkan paspor mereka,” kata Vidi.
Sejak itu, kata Vidi, IR dan M harus tinggal di rumah detensi Kantor Imigrasi Blitar sementara proses penyelidikan dan penyidikan berlangsung.
Vidi membenarkan bahwa sebelum berkas perkara keduanya dinyatakan lengkap atau P21, keduanya tinggal di rumah detensi selama sekitar 9 bulan. Dan selama kurun waktu itu, M melahirkan seorang bayi laki-laki hasil hubungannya dengan IR.
“Proses untuk mendapatkan konfirmasi identitas keduanya dari Kedutaan Besar Pakistan memang memakan waktu lama. Padahal konfirmasi resmi dari Kedutaan ini keharusan dalam proses hukum ini,” ujarnya. []