Warganet Indonesia Raih Juwara Satu Predikat Paling Tidak Sopan di Internet
JAKARTA – Akademisi menemukan warganet asal Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara paling tidak sopan di internet untuk kawasan Asia Pasifik. Hal itu berdasarkan survei Digital Civility Index 2020 oleh Microsoft.
Dosen Universitas Ciputra Makassar Cipta C Perdana mengatakan, berbagai perilaku tidak sopan yang pernah dialami warganet. Antara lain, pernah menjadi korban ujaran kebencian sebesar 27%, terpapar hoaks dan penipuan sebesar 43%, dan serta mengalami tindak diskriminasi 13%.
“Golongan yang paling banyak menjadi korban perilaku tidak menyenangkan di dunia maya adalah generasi milenial, yaitu untuk perilaku perundungan siber,” katanya dalam kampanye Gerakan Nasional Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Jumat (14/04/2023).
Sementara itu, menurut Relawan TIK Kota Sukabumi Defira Novianti Crisandy, dampak kejiwaan terhadap korban perundungan siber bisa dibilang sangat serius. Beberapa di antaranya menyebabkan turunnya rasa percaya diri, menarik diri dari lingkungan, depresi, serta mengalami gangguan mental dan fisik. Yang terburuk adalah hasrat ingin bunuh diri.
“Ada beberapa tips untuk mencegah cyber bullying ini, seperti menggunakan filter pada kolom komentar di media sosial, tidak merespons dan membalas aksi pelaku, memblokir akun pelaku perundungan, serta melaporkan ke pihak berwajib,” kata Defira.
Sementara itu, Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan SDM Relawan TIK Provinsi Bali Ni Kadek Dwi Febriani menguraikan arti perundungan siber (cyber bullying) itu sendiri. Yakni, tindakan agresif dari seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah (secara fisik maupun mental), dengan menggunakan media digital.
Perbuatan ini dapat memunculkan rasa takut si korban, bahkan dapat terjadi kekerasan fisik di dunia nyata.
“Bentuknya beragam, seperti pelecehan terhadap seseorang di forum publik (flaming), maupun pelecehan dengan ancaman penyebaran konten tak senonoh (harassment). Bisa juga dengan menguntit seseorang di media sosial (stalking) atau pencemaran nama baik merupakan perilaku mengumbar atau menyebarkan fitnah dengan tujuan untuk merusak citra dan reputasi orang lain (denigration),” kata Ni Kadek.
Penyebab perundungan siber tersebut, menurut Ni Kadek, antara lain faktor kecanggihan teknologi digital, ketidakpahaman risiko hukum yang ditimbulkan, serta sikap iseng atau ingin populer. Padahal, ada konsekuensi hukum pidana di balik perundungan siber tersebut. []