April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

YLKI : Indonesia Begitu Rapuh Dalam Menata Kelola Pangan

2 min read

JAKARTA – Beberapa bulan terakhir, harga pangan mengalami trend kenaikan yang cukup signifikan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut, terjadinya gejolak harga pangan dikarenakan kondisi Indonesia yang begitu rapuh dalam tatanan pangan.

Fluktuasi harga pangan, sebenarnya sudah terjadi sejak akhir 2021, dengan mulai terlihat lonjakan harga minyak goreng. Menurut YLKI, fluktuasi harga pangan tidak hanya disebabkan faktor eksternal, tetapi juga disumbang adanya keterbatasan pasokan di dalam negeri sendiri.

“Kita pengonsumsi mie nomor dua dunia, dan juga roti yang mengandalkan bahan impor,” kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, di Jakarta, Kamis (28/07/2022).

Tulus berharap Badan Pangan Nasional (BPN) dapat menuntaskan persoalan gejolak pangan. BPN harus mampu membenahi sendi-sendi pasokan, distribusi, dan konsumsi pangan.

Senada, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Median Rico Marbun mengatakan, saat ini tidak hanya ibu rumah tangga yang merasakan dampak dari krisis ekonomi dan melambungnya harga-harga pangan. Menurutnya, hampir seluruh lapisan masyarakat mengakui adanya krisis.

Kondisi ini, menurutnya, akan berimplikasi pada legitimasi politik. Sebab, publik merasa performa ekonomi dalam situasi yang buruk.

“Sri Lanka contoh nyata, dalam waktu singkat pemerintahnya tumbang. Begitu juga yang menimpa negara maju, seperti Inggris dan Italia, perdana menteri mengajukan resign,” ujarnya.

Rico memperkirakan, kalau saja kondisi perekonomian yang dirasakan masyarakat terus merosot, Indonesia akan mengalami dampak yang tidak jauh berbeda. Pengaruh kekuatan partai lama juga akan menjadi sulit untuk dipertahankan.

“Saya kira ini harus jadi perhatian pemerintah, karena ternyata perasaan ini juga terinfeksi dari dampak pandemi, bukan hanya infeksi Covid-19,” pungkas Rico

Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (BPN) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pihaknya telah ditugasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menentukan harga wajar kebutuhan pangan sampai di tangan konsumen, termasuk distribusinya. Menurutnya, ke depan BPN akan seperti Bank Indonesia (BI), memiliki cadangan yang cukup untuk melakukan intervensi guna menstabilisasi harga pangan.

“Intinya menghadirkan harga pangan yang wajar dan terbaik untuk konsumen,” kata Arief.

Arief mengatakan, pemerintah sudah menyiapkan early warning system untuk memantau ketersediaan pasokan komoditas pangan. Hal ini terutama untuk memantau empat komoditas utama yang menggantungkan impor seperti, kedelai, bawang putih, daging sapi, serta gula konsumsi.

“Misalnya untuk menjaga stabilitas harga beras, sudah dipetakan dengan kebutuhan setahun sekitar 29,5 juta ton, dan diharapkan surplus 7,5 juta ton dicapai tahun 2023 mendatang,” ujarnya.

Untuk menjaga ketersediaan pangan, lanjut Arief, BPN telah mengusulkan Kementan melakukan terobosan dalam kapasitas produksinya, dengan tidak hanya mengikuti sistem pola tanam selama ini, seperti penggunaan sistem green house. Sedangkan untuk distribusi, BPN memberikan semacam insentif.

“Daerah yang surplus, kita kirim ke daerah ekstrem atau yang memerlukan, hambatan hanya soal konektivitas saja. Tapi kita sudah minta Menteri Perhubungan untuk mengubah rute Tol Laut guna memudahkan distribusi kita,” katanya. []

Advertisement
Advertisement