Zero Cost Penempatan PMI itu Amanah Undang Undang
JAKARTA – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyatakan pembebasan biaya untuk penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) sesuai dengan amanat undang-undang (UU) dan akan terus mendorong implementasinya.
“Mimpi kita bersama adalah di Undang-Undang 18/2017 Pasal 30 ayat 1 tegas dikatakan bahwa pekerja migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. Itu perintah undang-undang,” ujar Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam pelepasan dan pembekalan PMI tujuan Korea Selatan dan Jerman di Jakarta pada Senin (27/05/2024).
Biaya penempatan yang dimaksud, jelasnya, adalah biaya yang dikeluarkan sebelum para tenaga kerja Indonesia mulai bekerja di negara penempatan. Seperti untuk pelatihan, pembuatan paspor, visa, pemeriksaan kesehatan serta tiket pesawat.
Dia mengatakan bahwa sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar untuk Indonesia, yaitu Rp227 triliun pada 2023, sudah selayaknya para pekerja migran mendapatkan pembebasan pembiayaan penempatan tersebut.
Selain itu, dia juga mendorong adanya dana abadi bagi PMI salah satunya untuk memastikan pemberdayaan keluarga PMI yang masih bekerja di negara penempatan.
“Dana abadi yang saya sampaikan tadi adalah PMI boleh bekerja di luar negeri tapi anaknya tidak boleh mengalami masalah pendidikan karena tidak mampu membayar SPP seperti ribut-ribut UKT sekarang,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Benny juga meminta 345 pekerja migran yang akan berangkat untuk bekerja dengan baik dan menghormati hukum serta adat di negara penempatan masing-masing.
Hal itu harus dilakukan, jelas Benny, karena PMI menjadi perwakilan bagaimana orang-orang negara penempatan akan melihat etos kerja dari bangsa Indonesia.
Data BP2MI memperlihatkan data per April 2024 sebanyak 29.803 penempatan PMI telah dilakukan, atau menunjukkan peningkatan 82,15 persen dibandingkan bulan April tahun lalu.
Dengan 81,92 persen di antaranya adalah penempatan melalui skema kerja sama antarswasta atau private to private. Sementara untuk penempatan melalui kerja sama antarpemerintah atau government to government (G to G) adalah 3,01 persen. []