April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

1.432 PMI Asal Semarang Berjuang Mendapat Gelar Janda

2 min read

SEMARANG – Para istri di Semarang menjadi pihak yang mendominasi dalam pengajuan gugatan cerai ke Pengadilan Agama (PA) Semarang, Jawa Tengah. Belakangan kasus perceraian dipicu masalah ekonomi hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Dari 3.403 gugatan cerai yang diajukan masuk, paling banyak istri yang mengajukan cerai gugat kepada suami ada 2.574. Sedangkan cerai talak, yang dilakukan suami terhadap istri ada 829 kasus,” kata Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kelas I A Kota Semarang Tazkiyatul Robihah, Jumat (27/12/2019).

Dia mengungkapkan alasan lain mengajukan perceraian karena masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ada 27 kasus, sisanya seperti murtad atau pindah agama, poligami liar, judi, madat dan perzinaan.

“Pertengkaran karena faktor ekonomi yang mendominasi hingga 40 persen, sejumlah 2.244 kasus,” ungkapnya.

Sampai saat ini, pihaknya juga masih menyelesaikan kasus persidangan sampai putusan. Berbagai cara sudah dilakukan kepada pemohon agar tetap mempertahankan rumah tangganya, namun itu menjadi pihak penggugat.

“Jadi kita sudah berupaya mediasi terhadap pemohon yang mengajukan dan semua menjadi hak penggugat. Alasan mereka sudah tidak nyaman dengan pasangannya,” jelasnya.

Namun demikian, ada pihak-pihak yang tidak mungkin dimediasi dengan ideal lantaran keadaan. Mereka adalah kalangan pekerja migran asal Semarang yang “nembak” pasangannya atau menggugat cerai pasangannya dari negara penempatan dengan membayar jasa pengacara. Menurutnya, jumlah mereka tidak bisa diremehkan, terhitung ada 1.432 gugatan dilayangkan dari luar negeri oleh PMI.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Margaretha Sih Setija Utami mengatakan, trend perceraian semakin tinggi karena keinginan hidup nyaman. Kebanyakan orang ingin keluar dari zona tak nyaman, bahkan dengan cara cerai sekalipun.

“Pemicu utama perceraian hidup sudah tidak nyaman sama pasangannya.Kalau ada hambatan atau ketidaknyamanan, ingin ditinggal diganti yang lain,” kata Margaretha. []

Advertisement
Advertisement