April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

BMKG: Dampak Perubahan Iklim Memicu Parahnya Banjir Jabodetabek

2 min read

JAKARTA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat hujan ekstrem yang lebih dari 150 milimeter per hari dan turun cukup merata di wilayah DKI Jakarta telah memicu banjir besar seperti pada 2015 dan 2007.

Berdasarkan pengkajian data historis curah hujan harian BMKG selama 150 tahun (1866–2015) terdapat kesesuaian tren antara semakin seringnya kejadian banjir signifikan di Jakarta dengan peningkatan intensitas curah hujan ekstrem tahunan seperti saat 1 Januari 2020.

“Di wilayah Jabodetabek dari data 43 tahun terakhir curah hujan harian tertinggi per tahun mengindikasikan tren kenaikan intensitas 10-20 milimeter per 10 tahun,” kata Herizal, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, lewat keterangan tertulis, Jumat 3 Januari 2020.

Analisis statistik hujan ekstrem BMKG dari data selama 150 tahun, menunjukkan peningkatan 2-3 persen dibandingkan dengan kondisi iklim 100 tahun lalu. “Hal ini menandakan hujan-hujan besar yang dulu jarang, kini lebih berpeluang kerap hadir pada kondisi iklim saat ini.”

Hujan sangat lebat berdurasi panjang mulai tanggal 31 Desember 2019 sore hingga 1 Januari 2020 pagi tergolong ekstrem tertinggi selama ada pencatatan hujan sejak 1866. Wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Barat tercatat sebagai yang terbanyak dengan total 95 kelurahan.

Pengukuran BMKG menunjukkan curah hujan tertinggi tercatat di Bandara Halim Perdana Kusuma hingga 377 milimeter per hari. Sementara di Taman Mini Indonesia Indah (335), Kembangan (265), Pulo Gadung dan Jatiasih (260), Cikeas (246) dan Tomang (226).

Sebaran curah hujan ekstrem itu tergolong lebih tinggi dan lebih luas daripada kejadian banjir sebelumnya, termasuk banjir Jakarta 2007 dan 2015. “Curah hujan di Bandara Halim Perdana Kusuma merupakan rekor baru curah hujan tertinggi sepanjang ada pencatatan hujan di Jakarta dan sekitarnya,” ujar Herizal. Pengukuran curah hujan perdana dilakukan 1866.

Hasil analisis meteorologis pada 1 Januari 2020 pagi hari menunjukkan curah hujan tinggi yang tidak biasanya itu dipengaruhi oleh penguatan aliran monsun Asia dan indikasi jalur daerah konvergensi massa udara atau pertemuan angin monsun intertropis yang tepat berada di atas wilayah Jawa bagian utara.

Kondisi itu memicu pertumbuhan awan yang sangat cepat, tebal, dan masif akibat penguapan dari lautan sekitar Pulau Jawa yang sudah menghangat dan menyuplai kelimpahan massa uap air bagi atmosfer di atasnya.

Merunut sejarah curah hujan ekstrem dan banjir Jakarta hasil analisis BMKG, beberapa kejadian banjir besar pada 1918, 1979, 1996, 2002, 2007, 2013, 2014, dan 2015 dapat dikaitkan dengan kejadian curah hujan ekstrem dalam kurun 1-2 hari dan fenomena meteorologis yang membentuknya.

Luasan dampak banjir yang ditimbulkan juga dapat dikaitkan dengan wilayah di mana curah hujan tinggi terkonsentrasi. Intensitas curah hujan ekstrem itu dapat berkontribusi hingga 30 persen dari total curah hujan pada bulan kejadian.

Penyebab banjir di Jakarta, menurut Herizal, sejatinya bukan hanya masalah curah hujan ekstrem dan fenomena meteorologis. Ada beberapa faktor lain seperti besarnya limpasan air dari daerah hulu, berkurangnya waduk dan danau tempat penyimpanan air banjir, masalah penyempitan dan pendangkalan sungai akibat sedimentasi dan penuhnya sampah.

Selain itu rendaman rob akibat permukaan laut pasang serta faktor penurunan tanah yang meningkatkan risiko genangan air. ”Akan tetapi curah hujan ekstrem paling dominan sebagai penyebab banjir di Jakarta,” ujarnya.

BMKG mengimbau semua pihak dan masyarakat tetap waspada terhadap peluang curah hujan tinggi saat puncak musim hujan yang diprakirakan akan terjadi pada Februari hingga Maret 2020. [AS]

Advertisement
Advertisement