Agar Laris Manis, Lancar Jaya dan Berkah, Begini Tips Berjualan Ala Rasulullah
JAKARTA – Bukan hanya dalam kehidupan keagamaan, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga menjadi teladan dalam setiap sendi kehidupannya. Termasuk dalam bekerja sebagai pedagang.
Melansir NU Online, diceritakan dalam Sirah Nabawiyah, dalam berdagang, Nabi Muhammad SAW dikenal sangat jujur, tidak pernah menipu baik pembeli maupun majikannya.
Mabi Muhammad juga tidak pernah mengurangi timbangan atau pun takaran, tidak pernah memberikan janji-janji yang berlebihan, apalagi bersumpah palsu. Semua transaksi dilakukan atas dasar sukarela, diiringi dengan ijab kabul.
Sejak masih anak-anak, Muhammad SAW telah hidup berdikari. Sebelum menjadi pedagang, beliau telah menggembala kambing milik orang-orang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Barulah ketika usianya 12 tahun, beliau mulai belajar berwirausaha. Dalam hal ini, peran pamannya Abu Thalib, begitu besar. Ayahanda Ali bin Abi Thalib itu mengajak beliau ikut dalam rombongan dagang ke Suriah (Syam).
Saat usianya 17 tahun, Muhammad SAW muda semakin mahir berdagang. Tidak hanya ke Syam. Kafilah dagang yang dipimpin beliau sudah pernah berniaga di Yordania, Busra, Irak, Bahrain, dan Yaman, selain Hijaz sendiri.
Melansir Republika.co.id, dalam sebuah hadis, Nabi SAW bersabda, “Pedagang yang baik adalah yang mudah dalam membeli dan mudah pula dalam menjual” (HR Bukhari).
Tak sekadar perkataan, Rasulullah SAW sendiri mengamalkan bagaimana cara berdagang yang baik. Bahkan, contoh teladan itu dilakukan beliau sebelum diangkat menjadi utusan Allah SWT.
Saat usianya baru menginjak 25 tahun, Nabi Muhammad SAW telah menjadi seorang pebisnis yang sukses. Tak kurang dari 18 kali beliau melakukan ekspedisi dagang di rute dalam dan luar Hijaz.
Alhasil, Muhammad muda dapat memulai rumah tangga dengan lebih mapan. Saat menikah dengan Khadijah, mas kawin yang beliau bawa sebanyak 20 ekor unta dan 12,4 ons emas murni. Mas kawin itu terbilang sangat besar, bahkan untuk ukuran zaman sekarang.
Kunci sukses Rasulullah
Nabi Muhammad SAW dalam berdagang selalu menentukan terlebih dahulu segmentasi pasar. Dengan demikian, beliau dapat “membaca” permintaan pasar tentang suatu barang atau komoditas.
Yang dipelajarinya adalah kebiasaan, cara hidup dan kebutuhan sehari-hari para calon konsumen, yakni masyarakat tempatnya berdagang. Misalnya ketika datang ke kota A, barang-barang yang beliau bawa bisa jadi berbeda ketika beliau mendatangi kota B.
Kemudian, Nabi Muhammad SAW juga tak pernah mengecewakan pelanggan. Beliau tak membeda-bedakan pelanggan, apakah itu elit bangsawan, orang biasa, atau bahkan budak sekalipun. Menghormati pelanggan adalah poin penting untuk kelancaran bisnis.
Selanjutnya, bervisi ekspansi. Beliau dalam berdagang tak hanya berkutat pada satu atau dua pasar. Nabi SAW juga melakukan perluasan jangkauan bisnis ke banyak wilayah. Dengan begitu, reputasi dan pamor (branding) produk-produknya kian dikenal masyarakat luas.
Reputasi juga didapat dari jaminan mutu barang. Nabi Muhammad SAW selalu jujur dengan kualitas barang dagangannya, apakah itu ada kelebihan atau kekurangannya. Semua dijelaskan kepada para pelanggannya. Tidak pernah sekalipun beliau mengurangi takaran atau timbangan. Beliau juga tidak melakukan perang harga dengan sesama pedagang.
Beliau bahkan sebelum menjadi Rasulullah sudah digelari masyarakat Arab sebagai al-Amin atau orang yang bisa dipercaya. []