April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Bagaimana Purna PMI Menjalankan Usaha Setelah Pulang, dan Seberapa Keuntungan Serta Omsetnya ?

2 min read

SEMARANG – Para purna buruh migran di beberapa desa di Wonosobo disurvey terkait perlindungan sosial dan potensi ekonominya. Masih banyak buruh migran yang tak memiliki jaminan sosial. Banyak buruh migran yang telah pulang ke Wonosobo menjalani bisnis UMKM.

Survey dilakukan di beberapa wilayah, seperti di Kecamatan Kertek, Watumalang dan Sukoharjo. Sampling dilakukan pada pekerja migran yang pulang ke Wonosobo mulai 2017 hingga 2022.

Program Manager Migrant Care Mulyadi menjelaskan, penelitian tersebut bertujuan untuk mendapat data mengenai jenis-jenis perlindungan sosial di pekerja migran yang pulang atau cuti. Sehingga bisa menyusun rekomendasi untuk advokasi terkait perlindungan sosial pekerja migran,

“Selama ini banyak pekerja migran yang tidak mandapat layanan jaminan sosial seperti kesehatan dan kerja. Jadi mereka yang pulang tidak masuk DTKS dan padahal tidak mampu secara ekonomi, seharusnya dia juga jadi penerima bansos,” terang Mulyadi pada saat Peluncuran Hasil Survey Perlindungan Sosial, Kondisi dan Potensi Ekonomi Pekerja Migran Indonesia di Wonosobo beberapa waktu lalu.

Pada sisi potensi ekonomi,  aneka produk pun telah dihasilkan, mulai dari makanan, kerajinan dan masih banyak lagi. “Kami survey berapa omzetnya, keuntungan bagaimana, dan apakah dari laba itu diinvestasikan. Kalau belum nanti dia akan dapat pelatihan untuk meningkatkan kapasitas. Apakah juga usahanya sudah berbadan hukum. Ini kebanyakan usahanya mikro, mereka kadang tidak mengejar keuntungan tapi hanya sekedar ingin punya usaha,” jelas pria yang karib disapa Cak Mul ini.

Sementara itu Ketua Tim Ahli Survey Aris Arif Mundayat menjelaskan, para pekerja migran yang pulang ini kebanyakan perempuan dan membuka toko kelontong, makanan dan jasa lainnya. Banyak dari mereka yang diizinkan suaminya untuk berjualan kelontong setelah pulang.

“Pekerjaan ini yang bisa dikerjakan di rumah sambil dia mengerjakan pekerjaan rumah. Tapi konsekuensinya dia punya beban ganda. Ada juga yang dapat omzet Rp5 juta per bulan tapi penghasilan hanya Rp1 juta, artinya mereka belum bisa mengelola keuangan karena peruntukan omzet masih campur aduk dengan kebutuhan sehari-hari,” kata Aris.

Kendati demikian, dia berharap produk-produk yang dihasilkan para purna buruh migrant ini bisa semakin mendunia. “Kami ingin teman-teman pekerja migran bisa membangun jaringan nasional untuk kegotongroyongan. Istilahnya cross selling, misal batik Wonosobo dijual di Kebumen, atau Indramayu dan Lembata. Pun demikian sebaliknya,” tutup Aris. []

Sumber Suara Merdeka

Advertisement
Advertisement