April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Cathay Pasific Ancam Pecat Crew yang Ikut Demonstrasi Hari Ini

2 min read

HONG KONG – Maskapai penerbangan Cathay Pacific mengancam akan memecat staf yang ikut serta dalam unjuk rasa besar-besaran pada hari ini maupun beberapa hari kedepan.

“Kami berharap semua karyawan kami bekerja seperti biasa dan kami akan memantau tingkat kehadiran. Pelanggaran kebijakan akan diselidiki dan bisa berujung pada pemutusan kontrak,” demikian memo internal Cathay Pacific yang dilihat AFP.

Isi memo ini dianggap bertolak belakang dengan sikap Cathay Pacific di hadapan publik yang menyatakan dukungan atas kebebasan berekspresi setiap karyawan.

Sebelumnya, Cathay Pacific juga sudah memecat setidaknya lima staf, termasuk dua pilot, yang mendukung unjuk rasa besar-besaran di Hong Kong.

Terakhir, Cathay Pacific memecat Rebecca Sy, seorang anggota serikat pekerja dan kru kabin Cathay Dragon. Rebecca mengatakan bahwa awalnya, ia menyadari namanya tak ada dalam jadwal masuk.

Sehari kemudian, Rebecca dipecat tanpa penjelasan lebih lanjut dari pihak maskapai Cathay Pacific. Para karyawan pun curiga saat ini pihak perusahaan sedang melakukan “perburuan acak.”

Mereka lantas menghapus unggahan di jejaring sosial yang berkaitan dengan demonstrasi. Beberapa staf bahkan memutus pertemanan dengan akun-akun di media sosial yang berpotensi memiliki kaitan dengan unjuk rasa.

Tak lama setelah itu, Cathay Pacific mengeluarkan kode etik baru yang mencakup penegasan “tak ada toleransi” bagi staf yang ikut serta dalam “aksi protes ilegal.”

Sementara itu, berbagai kelompok penggerak massa mulai menyerukan aksi mogok pada Senin hingga Selasa pekan depan sebagai demonstrasi lanjutan dari minggu-minggu sebelumnya.

Pada aksi mogok sebelumnya, ratusan ribu karyawan dari berbagai sektor turut serta, termasuk perwakilan dari serikat pekerja Cathay Pacific. Akibatnya, lebih dari 160 penerbangan dibatalkan.

Selain aksi mogok, para demonstran di Hong Kong juga rutin menggelar demonstrasi sepanjang akhir pekan sejak awal Juni lalu.

Awalnya, para demonstran menuntut pemerintah membatalkan pembahasan rancangan undang-undang ekstradisi yang memungkinkan tersangka satu kasus diadili di negara lain, termasuk China.

Para demonstran tak terima karena menganggap sistem peradilan di China kerap kali bias, terutama jika berkaitan dengan Hong Kong sebagai wilayah otonom yang masih dianggap bagian dari daerah kedaulatan Beijing.

Berawal dari penolakan RUU ekstradisi, demonstrasi itu pun berkembang dengan tuntutan untuk membebaskan diri dari China. [as]

Advertisement
Advertisement