April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Hanya Tamat SMP, Mantan PMI Korea Yang Menjadi Milyader Ini Pernah Terpuruk Ratusan Juta

3 min read

ApakabarOnline.com – Boris Syaifullah. Tidak banyak orang mengenal sosok Boris sang mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau yang dulu dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Bekal hidupnya menjadi PMI di Korea Selatan selama 14 tahun, lebih dari cukup baginya untuk mampu menciptakan perubahan dan membangun ekonomi dengan menyediakan lapangan pekerjaan di tanah air.

Korea Selatan adalah negara dengan minim kekayaan alam. Namun, kini negeri gingseng itu menjadi negara maju. Ilmu dari warga Korea Selatan ini dipelajari Boris untuk diaplikasikan dalam hidup sekaligus di perusahaannya. Totalitas, kerja keras, disiplin, kreatif dan inovatif, kerja cepat, nasionalis, solidaritas, kejujuran, menjadi dasar Boris untuk membangun kerajaan bisnisnya. “Saya mencoba mengawinkan etos kerja dan dasar manajemen di Korea Selatan dengan keramahan adat ketimuran Indonesia,” kata suami dari Ririn Gusneri itu.

Bukan karena cita-cita, Boris menjadi PMI. Kondisi keluarga yang menjadikannya terpaksa untuk hidup merantau. “Dari kelas 1-4 SD saya juara terus, dan hidup lebih dari berkecukupan. Namun masalah di keluarga menyebabkan sekolah pun berantakan. SMA saya ikut kakek ke Sumbawa, namun di SMA pun saya tidak tamat sekolah dan akhirnya saat ada program PMI ke Korea, saya ikut. Itu sekitar pertengahan tahun 1998-an,” ujarnya.

 

Keberanian dan kesempatan

Bertahan selama 14 tahun sebagai PMI yang hanya memegang ijazah SMP tentu saja sulit. Namun hobi Boris dalam olahraga sepakbola dan bulutangkis membawanya pada keberuntungan untuk bisa bertahan di negara asing.

Pada 2002 Boris diberi kesempatan 3 hari untuk bekerja di Miztek.Co.Ltd Korea, perusahaan kabel serat optik dan piranti lain yang berkaitan dengan telekomunikasi. “Jika dalam 3 hari tidak mampu bekerja, maka saya diminta keluar,” ujar Boris. Pada hari pertama bekerja, Boris membongkar mesin dan menyebabkan keributan besar di perusahaan tersebut. Namun ternyata setelah dilakukan pengecekan, mesin yang ia bongkar justru menguntungkan perusahaan.

“Saya dimaki-maki karena selama ini tidak pernah ada yang berani membongkar mesin, tapi saya baru satu hari kerja sudah berani bongkar-bongkar mesin,” katanya. Hal tersebut menggiring Boris diangkat menjadi supervisor di hari pertamanya bekerja. Boris kemudian disekolahkan selama 6 bulan oleh perusahaannya. Hingga ia pun bisa menjabat General Manager, jabatan yang tidak pernah diberikan kepada tenaga asing di Korea Selatan. Bahkan Boris diberi kesempatan membuka cabang usaha di Indonesia tepatnya di Surabaya.

 

Kegagalan vs kegigihan

Namanya hidup, ujian dan kegagalan juga sempat menerpa Boris. Saat membuka cabang usaha Korea di Surabaya, Boris mengalami kerugian. Sebab kegagalan yang dialami pria Bugis kelahiran Sumbawa ini yaitu menempatkan keluarga dalam kuasa usaha yang baru dibukanya pada 2001 itu.

“Saat itu saya dan perusahaan mitra, Miztek.Co.Ltd Korea mendapat ceruk bisnis di proyek Suramadu,” ungkapnya. Ia menanamkan investasi Rp 1,5 miliar dengan harapan dapat mengembangkan usaha ini sebagai cikal bakal usahanya di dalam negeri.

Akan tetapi proyek tersebut gagal total, Boris harus menanggung kerugian hingga ratusan juta dan mengembalikan modal kepada pemilik saham Mr Hoo, CEO Miztek.Co.Ltd Korea.

“Demi kepercayaan dan kehormatan saya menjual aset yang saya miliki dengan susah payah,” ujar Boris.

Kegagalan ini tidak mematahkan semangat Boris untuk berbisnis. “Saya akan menggunakan segala macam cara untuk mencapai tujuan (sukses-red), tapi bukan berarti saya menghalalkan segala cara,” kata Boris menegaskan.

Pada tahun 2012, Boris sempat berhasil membuka cabang Korean Optik Technologi  untuk berdiri di Indonesia dan berlabel Indonesia, yakni Indonesia Optik Teknologi (IOT). “Saya dipercaya oleh orang Korea membuka cabang usaha di Indonesia, namun setelah 3 tahun berjalan dan IOT sudah memiliki ratusan pegawai, mulai ada guncangan yang berbeda prinsip dengan nurani saya. Akhirnya saya memilih keluar bekerja,” ujar Boris.

Tidak berhenti disitu, kegigihan luar biasa dan bekal yang Boris pelajari menjadi hal penting baginya untuk bisa terus berkembang hingga akhirnya pada 2015, ia mendirikan perusahaannya sendiri, PT BorSya Cipta Communica (BCC). Ia selalu mengedepankan nilai-nilai luhur yang dimiliki orang Korea Selatan yang digabungkannya dengan keramahan adat ketimuran Indonesia.[Nia/PR]

 

Advertisement
Advertisement