April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Integritas Pemimpin Tonggak Kualitas Bangsa

4 min read

Multatuli mengibaratkan bumi Indonesia laksana jamrud yang berada di dataran khatulistiwa. Qurasish Shihab mengibaratkan tanah Indonesia laksana sekeping tanah surga yang di hamparkan di persada Nusantara. Begitulah julukan yang tepat untuk bumi pertiwi kita. Bumi yang dikaruniai sumber daya melimpah ruah dari ujung Sabang sampai Merauke.

Bukan hanya alam yang disanjung dan dipuja oleh banyak negeri. Namun, masyarakat Indonesia tersohor dengan julukan masyarakat madani dengan banyaknya suku, budaya, dan ras yang menjuntai. Hal itu tentunya tidak lepas dari siapa penggerak utama negeri yang dipandang makmur ini.

Pemimpin merupakan tonggak bagi setiap kemajuan bangsa. Tonggak bagi perkembangan negara. Maka tidak heran, Abdurrahman Abdul Khaliq dalam kitabnya Asy-syu’ara mengatakan, pemimpin adalah seseorang yang dibebani kewajiban untuk menegakkan syariat Allah Azza wajalla, memutuskan hukum syariat berdasarkan Qur’an dan sunnah, memimpin kaum Muslimin, memperbaiki keadaan-keadaannya dan melancarkan jihad terhadap musuh-musuh mereka.

Dalam hal ini, seorang pemimpin memiliki peranan yang sangat besar. Peran yang tidak hanya sekedar peran dalam pewayangan, melainkan peran nyata yang dapat membawa masyarakat dan negaranya ke arah tujuan hidup yang bermartabat.

Dalam pepatah jawa yang dikutip dari semboyan Ki Hajar Dewantara, bahwasanya pemimpin harus mampu menjadi Ing Ngarso Sung Tuladha, yang mampu tampil di depan rakyat, dan menjadi suri teladan yang baik. Bukan hanya sekedar Tut Wuri Handayani yang hanya duduk di belakang, memberikan konsep-konsep perjuangan, memberikan strategi-strategi kepemimpinan, namun ia tidak mau praktek dilapangan. Namun, apalah citra bangsa kita saat ini.

Banyak penggerak bangsa, pemimpin kekuasaan dan pemuka negarawan yang apabila mereka tampil didepan rakyat, mereka menjelma bagai malaikat-malaikat penebar rahmat dan syafa’at. Namun, ketika mereka berada di belakang rakyat, mereka menjelma bagai orang keparat yang mengambil hak-hak rakyat. Bagaimana negara kita bisa disebut negara yang madani sedang kepemimpinanya tidak mencerminkan pemimpin firdaus?

Hak-hak bangs lah yang sekarang ini di pertaruhkan. Pertaruhan sengit antara kualitas bangsa dan kepemimpinannya sendiri. Bangsa ini mendambakan tatanan kepemimpinan yang adil dan bijaksana. Tatanan kepemimpinan yang mencerminkan karakter bangsa dan masyarakat madani yang sesungguhnya. Tatanan kepemimpinan yang amanah bukan khianat.

Di dalam firman-Nya QS Al-Ahzab ayat 21 Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Ayat tersebut, kata Imam Ali Ash Shabuni dalam Shofwatut Tafasir, mengungkapkan bahwa Rasulullah merupakan sebaik-baik figur kepemimpinan yang ideal dalam sejarah peradaban dunia. Dalam diri beliau terdapat uswah hasanah bagi manusia.

Dalam buku The prophet of Islam, Abu A’la Al Maududi mengatakan: he is the only one example. Bahwasanya Rasulullah Muhammad merupakan contoh pemimpin yang paling lengkap. Beliau merupakan suri teladan empat sifat. Shidiq, tabligh, amanah dan fathonah. Kebesaran dan kemuliaan sifat Rasul serta keberhasilan beliau memimpin negara telah terabadikan dengan indah dalam sejarah peradaban dunia.

Jadi tak heran, tokoh Nasrani Michael H. Hart, seorang guru besar astronomi dan fisika perguruan tinggi di Maryland, AS, dalam bukunya ‘The one hundred ranking of the most influenting person in history’’ menempatkan Rasulullah SAW sebagai ranking pertama. Dengan kebesaran sifat Rasul sebagai seorang pemimpin yang selalu mengutamakan kepentingan rakyat dan mengutamakan akhlaqul karimah, pada akhirnya mampu mengubah masyarakat biadab menjadi beradab, berakhlak dan bermoral.

Begitu pentingnya pemimpin yang tegas lagi bijaksana. Jujur lagi amanah. Adil dan bermartabat.

Pemimpin merupakan figur yang tak main-main. Kejujurannya berasal dari keyakinan lisan. Bukan sekedar janji dan retorika semata. Kemudian kepemimpinan yang adil adalah ia yang mampu merangkul semua amanah, negara dan rakyatnya tanpa berat sebelah. Buya Hamka dalam hal ini menasihatkan kepada para pemimpin agama, pemimpin bangsa dan negara bahwasanya adil menurut beliau ialah menimbang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak yang empunya dan jangan berlaku zalim di atasnya.

Sikap tegas tanpa kompromi ditunjukkan oleh Nabi SAW dalam menegakkan hukum. Pada sebuah hadis riwayat Bukhori dan Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang menyebabkan orang-orang sebelum kalian binasa, jika orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkan. Tapi bila yang mencuri orang lemah, mereka melaksanakan hukuman. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad SAW mencuri, niscaya aku potong tangannya.”

Hukum ditegakkan secara benar dan adil. Tidak mengikuti selera dan nafsu pemimpin, apalagi berdasarkan kemauan segelintir orang berharta.

Menurut Islam, seorang pemimpin tidak boleh bertindak tanpa pertimbangan iman, akal sehat, dan kemaslahatan hidup orang banyak. Oleh karena itu, dalam mengemban amanah bukan soal cepat atau lambat, namun terlebih harus tepat dan maslahat.

Maka dari itu, menjadi seorang pemimpin tidak semudah yang kita bayangkan. Pada hakikatnya seorang pempimpin harus mempunyai etika dan tanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.

Namun, tatkala seorang pemimpin mampu menjalankan amanah tanpa berkhianat, adil lagi bijaksana, maka Allah memberikan banyak keutamaan bagi figur kepemimpinan yang adil yang berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah. Seperti dalam hadis nabi bahwa ada tiga kemuliaan doa yang tidak akan ditolak oleh Allah SWT yaitu doa orang yang berpuasa hingga ia berbuka, doa pemimpin yang adil, dan doa orang yang terzalimi. Lalu mengapa Allah mengabulkan doa pemimpin yang berbuat adil ? Karena di pundaknya terletak banyak pengharapan hajat dari rakyatnya. Seperti dalam kisah Khalifah Umar RA saat memimpin negaranya. Beliau merupakan sosok pemimpin yang adil, tegas lagi bijaksana.

Kepemimpinan yang mencerminkan kepemimpinan ala Rasulullah. Beliau berdoa kepada Allah agar Allah mengalirkan sungai Nil dan dijauhkan dari kekeringan, agar rakyatnya tidak mati kelaparan. Kemudian beliau menulis doa dalam suratnya dan memerintahkan kepada Amr bin Ash untuk melemparkan suratnya ke dalam Sungai Nil. Sejak saat itu, sungai Nil tumpah ruah mata air dan tidak lagi mengalami kekeringan.

Selain itu, Allah juga menjanjikan kepada seorang pemimpin yang bertanggung jawab dan adil dalam masa kepemimpinanya, yaitu kelak ia akan disandingkan di surga bersama para nabi, rasul, syuhada dan shiddiqin, dan ia tidak akan pernah merasa bersedih atau terbebani.

Negara yang makmur bukan negara yang memiliki tonggak emas cakrawala, atau panah sakti pasopati. Melainkan, negara yang makmur adalah negara yang di dalamnya memiliki tonggak kepemimpinan dengan integritas yang tinggi, beradab, lagi bermartabat. Integritas kepemimpinan yang baik inilah yang mampu membawa agama, rakyat, dan negaranya mencapai baldatun thayyibatun warabbun ghafur.

Penulis : Inas Arna Ramadhanti UNIDA Gontor

Advertisement
Advertisement