April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Menyoal Mahalnya Biaya Pengobatan Penyakit Langka di Indonesia

3 min read
Foto | World Health Magazine

Foto | World Health Magazine

Setiap tahunnya, tanggal 28 Februari diperingati sebagai Hari Penyakit Langka. Mengingat ada delapan ribuan penyakit langka yang ada di dunia, beberapa di antaranya juga terjadi di Indonesia.

Menyoal penyakit langka, hal yang jadi masalah adalah sulitnya mendapatkan penanganan dan obat. Belum lagi, biaya yang dibutuhkan untuk suatu penyakit terbilang mahal.

Bagi produsen obat pun, menyediakan produk untuk penyakit langka tidak menguntungkan dan penyediaannya cukup sulit.

Obat dan makanan khusus pasien penyakit langka masih harus memesan ke luar negeri. Lagi-lagi, harganya tidaklah murah.

“Bukan hanya obat, tapi makanan khusus kayak susu itu harganya sangat mahal. Misalnya untuk satu tahun itu bisa sekitar enam miliar dan untuk susu itu bisa sebulannya tujuh juta. Karena mereka harus minum susu tersebut sebagai obat juga,” kata Peni Utami, ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia.

Sudah mahal, obat-obatan untuk penyakit langka belum pula bisa ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Pun tak hanya obat, pasien juga butuh berbagai terapi untuk kondisinya, yang tentu butuh biaya ekstra.

“Ternyata, itu dari dana APBN sendiri tidak ada source untuk anak-anak penyakit genetik metabolik, mereka lebih ke (penyakit) yang umum dan cedera,” ujar Peni.

Salah satu pasien penyakit langka di Indonesia adalah Pinandito Abid Rospati atau Dito yang terkena Pompe Disease.

“Saya mendapati penyakit pompe yang dialami Dito sekitar akhir 2018 ketika di RSCM, kala itu ia masih berusia tiga tahun. Hati saya sangat hancur dan putus asa mengetahui biaya pengobatan dan perawatan yang harus dijalani seumur hidupnya,” ujar Agus.

Untuk merawat Dito, Agus Sulistiyono sebagai ayah harus bekerja keras mencari orphan drug yang sulit didapatkan dan harganya sangat mahal. Kurang lebih, biaya untuk perawatan Dito per tahunnya ditaksir Rp1 miliar.

Dalam hal menangani penyakit langka, baik dari segi dokter maupun pengobatan, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain, kata Damayanti Rusli Sjarif, dokter ahli nutrisi dan metabolik anak dari Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

Damayanti mengatakan bahwa di Indonesia baru ada 23 dokter ahli metabolik yang dapat menangani penyakit langka. Sedangkan untuk obat, memang sulit didapatkan karena biasanya dikirim dari Malaysia, Jepang, Eropa, dan Amerika. Di Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Taiwan.

Di negara-negara tersebut pun obat untuk penyakit langka yang berkisar puluhan juta hingga miliaran per tahun sudah ditanggung oleh negara.

“Di Indonesia, masih donasi. Tidak ada gaji kami atau orang tua yang bisa mencapai Rp6 miliar, misalnya untuk terapi sulih enzim, harusnya pemerintah bisa meng-cover biayanya,” ujarnya.

 

Penyakit langka di Indonesia

Dari delapan ribuan penyakit langka yang ada di dunia, empat di antaranya pernah terjadi di Indonesia, yaitu Mukopolisakaridosis (MPS) tipe II, Gaucher, Pompe dan Malabsorbsi Glukosa-Galaktosa (Glucose-Galactose Malabsorption/GSM).

 

MPS Tipe II

Penyakit langka MPS tipe II muncul karena kurangnya enzim iduronate sulfatase yang menyebabkan kegagalan perkembangan beberapa organ dan bentuk wajah yang khas dan rangka tubuh tak normal.

Di Indonesia, salah satu pasien MPS tipe II adalah Umar Abdul Azis yang saat ini berusia tujuh tahun dan terdiagnosis penyakit tersebut ketika masih tiga tahun.

 

Gaucher

Sedangkan, penyakit gaucher terjadi karena adanya penumpukan zat lemak tertentu di organ terutama limpa dan hati sehingga memengaruhi fungsinya. Pasien gaucher di Indonesia ialah Athiyatul Maula, bocah berusia dua tahun asal Jambi.

 

Pompe Disease

Pompe disease membuat penderitanya dapat mengalami kelemahan otot dan kesulitan bernapas. Ini seperti yang dialami Dito yang harus mengandalkan ventilator untuk bernapas.

Anak-anak dengan pompe bisa menjadi sulit makan, sulit mengontrol kepala dan leher, berat badan tidak bertambah, duduk atau berguling lebih lambat, hingga masalah infeksi paru-paru.

 

Malabsorbsi Glukosa-Galaktosa (GSM)

GSM adalah penyakit langka dengan kelainan metabolisme genetik. Usus kecil penderitanya tidak mampu mencerna, menyalurkan, dan menyerap glukosa serta galaktosa.

Umumnya, pasien GSM mengalami diare kronis, dehidrasi, dan gagal tumbuh kembang. Mendiang Rumman Andarra Hishani pernah jadi pasien GSM di Indonesia. Ia terdiagnosis penyakit langka ini pada September 2015 dan membuatnya tak bisa meminum ASI. []

Advertisement
Advertisement