April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Pendidikan Karakter, Perlukah Dipaksakan Pada Generasi Muda ?

2 min read

JAKARTA – Staf Ahli Menkopolhukam Sri Yunanto mengatakan, pengajaran pendidikan karakter harus dipaksakan untuk menjaga jati diri bangsa Indonesia. Sebab nilai-nilai luhur seperti sopan santun, toleran, dan saling menghormati dipandang sudah makin menipis di tengah masyarakat.

“Menipisnya nilai-nilai luhur bangsa itu membuat anak-anak bangsa sangat rentan terhadap serangan ideologi dan paham asing,” kata Sri di Jakarta, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (6/3).

Oleh karena itu, menurut Yunanto, pengajaran pendidikan karakter, baik melalui cara konvensional maupun literasi digital, harus dipaksakan kepada generasi muda.

“Harus dipaksakan dan semua harus mengikuti karena ini jati diri bangsa. Apakah melalui kurikulum pendidikan atau melalui dunia digital,” katanya.

Langkah pertama untuk menguatkan kembali karakter bangsa, menurut dia, adalah dengan memberikan pemahaman kembali mengenai Empat Pilar Kebangsaan, yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Itu bisa diberikan melalui kurikulum pendidikan dan kampanye di media sosial.

Dengan pemahaman kembali Empat Pilar Kebangsaan secara utuh, Sri Yunanto optimistis generasi muda akan memiliki imunitas dan pembanding yang baik, terutama saat mendapatkan pengetahuan baru dari dunia digital tentang ide kebebasan maupun paham transnasional.

Selain Empat Pilar Kebangsaan, ideologi agama juga harus disebarkan karena agama-agama di Indonesia mempunyai misi yang sama, yaitu mengajarkan kebaikan, toleransi, perdamaian, dan moderasi. Dengan memahami ideologi agama, generasi muda akan memiliki saringan dalam menghadapi serangan ideologi asing.

Dia juga menekankan perlunya memviralkan di media sosial mengenai nilai-nilai luhur bangsa, seperti gotong royong, “tepo seliro”, toleran, dan saling menghormati. Di sisi lain, peran keluarga juga sangat penting dalam melindungi anak-anak dari “virus” negatif di medsos.

Selain literasi digital, pemerintah sebagai legitimate force bisa memaksa setiap warga dengan cara sah, baik itu pelajar, mahasiswa, aparat, pengusaha, maupun TKI, untuk mempelajari bela negara. Apalagi, sekarang sudah adanya Inpres Nomor 7 Tahun 2018 tentang Bela Negara.

“Negara akan eksis bila didukung warga negaranya. Apalagi, perkembangan siber hanya bisa ditangani kalau setiap warga negara punya satu mekanisme saringan,” kata dosen politik Islam Universitas Indonesia ini.

Intinya, kata Yunanto, semua lini harus bergerak dengan metodologi terkini, termasuk di media maupun medsos. Semua itu harus dikemas dengan menarik dan konten yang sesuai dengan perkembangan zaman serta tidak simbolik dan seremonial, tetapi mengena di hati masyarakat. [Nofa]

Advertisement
Advertisement