Sampai Kini, PMI Masih Harus Berhadapan dengan Mafia yang Dibekingi Oknum Kuat
SEMARANG – Pekerja Migran Indonesia (PMI) saat ini sedang berhadapan dengan sindikat mafia penempatan pekerja migran ilegal. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani.
Benny mengatakan, sindikat itu dikendalikan oleh segelintir orang dengan backing oleh oknum yang memiliki atribut kekuasaan.
“Saya tidak menutupi karena ini era transparansi. Konsekuensi penempatan ilegal ini di luar radar perlindungan negara karena negara tidak tahu mereka berasal dari mana saja, bekerja di mana dan sebagai apa,” katanya usai Sosialisasi UU No 18/2017 di Gedung B Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jumat (09/04/2021).
Dia menyebut Jawa Tengah merupakan provinsi dengan penempatan terbesar ketiga setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Rata-rata, kata dia, misalkan yang tercatat secara resmi sekitar 205.000 warga, maka tiga kali lipat dari jumlah itu bisa dipastikan menjadi korban sindikat mafia atau calo.
“Maka butuh kerja bersama, sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Daerah harus menertibkan setiap wargamya yang akan berangkat ke luar negeri. Dilakukan verifikasi. Masyarakat harus diedukasi agar tidak menjadi korban calo atau sindikat itu,” katanya.
Sementara Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyatakan, PMI yang tidak terdaftar secara resmi itu juga harus diperjuangkan untuk mendapat perlindungan. “Bagaimanapun, mereka yang ilegal itu juga warga negara kita,” katanya.
Sisi lain, Ganjar meminta setiap kepala daerah dan dinas tenaga kerja di masing-masing kabupaten/kota rajin berkomunikasi secara terbuka dengan pekerja migran asal daerahnya.
Hal tersebut untuk memudahkan pemantauan, pengawasan, dan penyelesaian masalah yang dialami setiap pekerja migran Indonesia.
“Intinya dalam konteks komunikasi publik yang terbuka, kasihlah nomor telepon atau WA, kasihlah medsosnya. Sekali-kali disapa, maka tadi saya usul kepada dinas maupun Bupati dan Wali Kota live melalui medsos dengan PMI kita. Saya sering lakukan itu dan kadang kita bisa mendapatkan informasi tanpa rekayasa,” kata Ganjar.
Menurutnya, pemerintah daerah juga harus bersiap karena tugasnya adalah melatih, mengawasi, dan menyelesaikan persoalan terkait pekerja migran. Sebagai contoh beberapa waktu lalu Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah juga mengawal pekerja migran Indonesia asal Jawa Tengah yang sakit kanker cukup parah untuk berusaha dipulangkan.
“Banyak sekali (aduan) yang masuk ke saya melalui WhatsApp maupun media sosial. Mereka menyampaikan kepada kita tentang persoalan yang dihadapi,” katanya.
“Termasuk yang menjadi perhatian Kepala BP2MI terkait PMI kita yang kerja di kapal. Kita pernah lihat video ABK sakit sampai meninggal dan dibuang ke laut, yang begini ini kita di daerah punya kewajiban untuk memantau, mendidik, mengevaluasi, dan menyampaikan,” ujarnya.
Terkait pertemuan dengan Kepala BP2MI kali ini, kata Ganjar, selain untuk sosialisasi juga untuk koordinasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat maupun BP2MI.
Koordinasi tersebut dibutuhkan agar semua siap mengelola dengan baik. Begitu halnya dengan persoalan yang belum bisa diselesaikan di daerah maka harus dikerjakan bersama dengan pemerintah pusat, kementerian tenaga kerja, maupun kementerian luar negeri.
“Mudah-mudahan dari sosialisasi ini kita tidak lama akan punya check list di semua kabupaten/kota terkait apa yang musti disampaikan, begitu juga dengan provinsi,” ujarnya. []