April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Tertular Mantan Suami, Suksma Ratri Blak-Blakan Mengakui Dirinya Pengidap HIV/Aids

8 min read

JAKARTA – Tahun 2006, Suksma Ratri (44) divonis tertular HIV. Penyakit yang hingga saat ini belum  bisa disembuhkan. Stigma yang mengganggap  penderita penderita HIV/AIDS atau yang dikenal dengan ODHA (Orang dengan HIV AIDS) harus dijauhi, juga masih begitu kuat di masyarakat Indonesia.

Kuatnya label yang mengucilkan para kaum ODHA ini membuat begitu banyak dari antara mereka yang tidak mau membuka diri, apalagi mengumumkan statusnya kepada publik. Mereka cenderung menutupinya, dan bahkan sebisa mungkin agar keluarga atau temannya tidak tahu sama sekali.

Namun, berbeda dengan yang lain, Ratri justru secara terbuka mengungkapkan hal itu kepada keluarga dan teman dekatnya. Bahkan lebih dari itu, dia malah menyampaikan kondisi kesehatannya kepada publik melalui tulisan di  akun media sosial pribadinya.

Mengutip Keadilan Hukum saat mewawancarainya di di salah satu mall di Kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan,  Ratri menceritakan kenapa ia memberanikan diri membuka kondisi kesehatannya kepada publik.

“Saya memang nggak mau menutupi karena saya berpikir ke depan.  Artinya gini, saya nggak mau ketika sakit, keluarga membawa saya ke rumah sakit  atau dokter yang salah, yang tidak bisa menangani pasien HIV/AIDS. Itu kan bisa sangat fatal akibatnya,” kenangnya.

Tak hanya berani mengumumkan penyakit yang dideritanya, Ratri juga terjun langsung membantu sesama ODHA. Dia aktif memberikan bimbingan dan konsultasi baik dalam negeri maupun di luar negeri. Keberanian dan kemauan keras yang disertai rasa kepedulian yang begitu  besar dari dalam dirinya untuk sesama kaum ODHA menghantarnya ke podium prestise saat menjadi pembicara pembuka dalam Sidang Istimewa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York Amerika Serikat pada tahun 2008. Tak hanya satu kali, dia pun kemudian kembali beberapa kali menjadi pembicara dalam Sidang Istimewa PBB.

 

Diduga Akan Tularkan Virus HIV, Seorang Ditangkap di Tuen Mun

 

 

Tertular HIV dari Mantan Suami

Kisah pahit perempuan yang pernah bekerja sebagai Public Relation (PR) di Bandung itu bermula pada tanggal 15 Mei 2006. Kala itu dia divonis positif  oleh dokter yang memeriksanya ketika menjalani tes HIV/AIDS.

Tes itu dilakukannya atas perintah mantan suaminya yang sudah lebih dulu terinfeksi. Karena sudah pernah berkeluarga, dokter pun meminta eks pasangannya itu untuk menghubungi dirinya dan anak semata wayang mereka. Hasilnya, Ratri positif, beruntung sang anak selamat dari penyakit mematikan tersebut.

Ada dua kemungkinan sang anak luput dari penyakit tersebut. Pertama kemungkianan karena sang ibu tertular setelah dia hamil, dan yang kedua hal itu bisa terjadi karena saat melahirkan dia menjalani operasi cesar, bukan melahirkan secara normal. Ratri beranggapaan melahirkan dengan cara cesar dapat mengurangi atau bahkan menghindari tertularnya penyakit kepada anak dari sang Ibu.

“Faktor resikonya dari almarhum mantan suamiku. Jadi dia itu pecandu narkoba suntik yang pakai jarumnya sering bareng-bareng. Jadi resikonya memang tinggi banget. Saya tidak terlalu kaget pada saat itu,” tuturnya.

Ratri tak pernah mengetahui pasti kapan ia mulai tertular dari suaminya. Perempuan yang akrab disapa Rat ini sudah mengetahui kebiasaan buruk sang suami sebelum mereka menikah.

Namun, karena berjanji mau berubah dan mengaku tidak terinveksi HIV saat diminta untuk tes HIV, membuat Ratri mantap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

Sayang, perubahan yang dilakukan sang suami hanya sekejap. Ia kembali pada kebiasaan semula, bahkan lebih parah dari sebelumnya, dengan melakukan kekerasan di rumah tangga. Ratri pun memutuskan untuk bercerai, lalu datanglah kabar buruk tersebut.

“Saya tahunya itu sesudah cerai malah. Jadi waktu saya tahu dia suka pakai narkoba segala macam, saya tetap jalan, itu sebelum menikah. Tetapi saya pikir, itu kan masa lalunya. Selama  sama saya, sepengelihatan saya nggak pernah pakai lagi. Saya pikir nggak apa-apa, yang penting jangan kembali lagi ke kehidupan yang lama.  Tetapi kemudian dia memang pakai lagi setelah menikah sama saya,” cerita Ratri.

Meski dikecewakan, kini Ratri sudah menemukan kebahagiaan yang baru dengan menikah dengan seorang berkebangsaan Inggris.

 

Saat Medikal Memperpanjang Kontrak Terdeteksi Positif HIV, PMI Hong Kong Asal Madiun Dengan Sukarela Pulang Kampung

 

 

Bersyukur Mendapat Dukungan Keluarga

Divonis HIV tentu saja membuat Ratri marah, terlebih karena ia ditularkan oleh pasangannya sendiri yang mengaku bersih.

Meski dikecewakan oleh mantan suami, Ratri tetap bersyukur karena keluarganya langsung menerima kenyataan itu. Kedua orang tua, khususnya ibu, tidak sedikit pun kaget dengan hal itu, karena melihat Ratri sendiri tidak terlihat panik.

Situasi semakin mendukung, ketika teman dan sahabat terdekatnya tidak menunjukkan reaksi berlebihan ketika tahu kondisi Ratri. Teman dan sahabat tidak ada yang berubah, dan malah lebih jauh mendukung dia agar tetap semangat.

Satu-satunya yang menjadi beban waktu itu adalah bagaimana menceritakan hal itu kepada anaknya yang baru berumur tiga tahun. Akhirnya, Ratri menunggu hingga sang buah hati berumur 12 tahun, agar bisa lebih mudah menjelaskan dan memberi pengertian.

“Kalau saya panik, histeris, atau langsung depresi mungkin akan beda ceritanya. Tapi karena saya dulu sehat, kerja terus, dan menyampaikannya dengan biasa aja, mereka juga nggak kaget atau sedih,” lanjutnya.

 

Positif HIV/Aids, 26 Calon PMI Gagal Berangkat

 

 

Mulai Terjun Bantu ODHA

Niatnya untuk menjadi pekerja sosial sudah terbersit sejak lama. Pada tahun 2001 dia sudah ingin memwujudkan niatnya itu dengan menanyakan lowongan kerja di Rumah Cemara, sebuah lembaga yang giat menangani ODHA dan pecandu di Bandung, Jawa Barat. Namun, karena belum ada kesempatan, impiannya itu belum bisa terwujud.

Karena tak disambut positif, dia pun memutuskan bekerja menjadi public relation (PR) di sebuah hotel di Bandung. Lima tahun berselang, tepatnya pada tahun 2006, dia mendapat kabar dari temannya di Rumah Cemara bahwa lembaga tersebut membutuhkan pendamping ODHA.

Tawaran langsung disambut dengan antusias. Dia pun mengirimkan lamaran, dipanggil dan menjalani proses hingga diterima. Namun, sebelum itu, kabar buruk datang. Mantan suaminya jatuh sakit dan divonis positif HIV/AIDS. Ratri dan anak semata wayangnya disarankan untuk menjalani tes HIV/AIDS. Dia dinyatakan positif, dan sang anak negatif.

“Saya tetap diterima, karena Rumah Cemara ini kan urusannya HIV dan Pecandu. Jadi, orang selalu berpikir, bahwa karena saya positif akhirnya diterima di Rumah Cemara, nggak sebenarnya, karena saya punya keinginan sebelumnya, karena mau positif atau tidak waktu itu, saya tetap ambil pekerjaan itu. Karena saya pingin banget,” katanya.

Setelah aktif di Rumah Cemara, Ratri kemudian mulai berpartisipasi di tingkat regional. Dia berpindah lokasi ke Malaysia. Dia bekerja di Coorination of Action research on Aids and Mobility (CARAM Asia). LSM ini juga bergerak khusus di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kesehatan, termasuk HIV/AIDS. Disini dia diberi tugas khusus untuk menangani para buruh migran yang juga pengidap HIV/AIDS.

Semangat sosialnya semakin nyata ketika berada di Malaysia. Dia bahkan tak kenal Lelah memperjaungkan nasib para migran yang dipulangkan paksa lantaran penderita HIV/AIDS. Padahal itu terjadi bukan bawaan dari neagra asalnya, tetapi karena akibat dari jauh dari keluarga dan juga faktor ekonomi di tanah rantauan.

Berkat kiprahnya itu, dia pun mendapat kesempatan untuk menjadi pembicara dalam sidang Istimewa di PBB. Pertama kali dia dapat kesempatan itu pada tahun 2008, kemudian pada tahun 2009, dan yang terakhir pada tahun 2010.

Lolos dari proses penentuan yang panjang dan begitu ketat membuat dirinya begitu bangga. Apalagi saat itu, dirinyalah yang menajdi pembicara pertama ODHA dari Kawasan Asia Pasifik. Prestasi luar biasa itu diakuinya tidak lepas dari dukungan teman-teman regional yang mennilainya sangat pantas berdiri di podium utama sidang termegah itu.

 

Alhamdulilah, Aku Bebas dari Incaran HIV Setelah Istriku Menggugat Cerai dari Hong Kong

 

Meski sudah berprestasi dan diakui dunia, Ratri lantas tak terus nyaman duduk di singgsana. Dia sudah mengundurkan diri dari LSM yang bergerak di bidang sosial itu, demi memberi kesempatan kepada orang yang lebih muda. Sebab dia melihat sudah banyak juniornya yang sudah pantas untuk diberi kesempatan yang lebih.

Dia kini sudah bekerja sebagai PR di Solidaridad Network Indonesia. Yayasan ini merupakan yayasan nirlaba asal Belanda yang berfokus pada pengembangan pertanian dan pemberdayaan petani. Yayasan yang berada di ratusan negara di dunia ini, kini sudah mempunyai empat kantor di Indonesia, dan berpusat di Jakarta. Ratri sendiri berkantor di Jakarta, dan dianggap sebagai senior karena menjadi karyawan keempat terlama dari 50-an karyawan yang sudah bekerja di Yayasan ini. Meski begitu, dia masih tetap mendampingi dan berkonsultasi dengan para ODHA yang membutuhkannya hingga saat ini.

 

Saran kepada Para ODHA dan Pemerintah

Stigma menakutkan yang diberikan masyarakat untuk penyandang ODHA memang masih terus ada. Oleh karena itu, hingga saat ini banyak ODHA yang tidak mau membuka diri, apalagi mengumumkan status yang disandangnya kepada publik dan bahkan kepada teman dekat dan keluarganya.

Bagi Ratri, penderita HIV/AIDS harus terbuka terutama kepada keluarga. Sebab, kalau hal itu terus ditutupi, maka keluarga juga akan kewalahan ketika penderita HIV/AIDS jatuh sakit. Penangan yang tidak pas akan menyebabkan ODHA bisa kehilangan nyawa.

Ratri memang mengaku menjadi salah satu orang yang beruntung karena dia langsung diterima oleh keluarga dan teman-temannya. Bahkan di lingkungan kerjanya dia tidak diperlakukan berbeda seperti orang lainnya.

“Tapi selain faktor keberuntungan, saya percaya tergantung bagaimana kita membawa diri juga. Saya selama positif, saya jarang sekali sakit, saya jaga kesehatan betul-betul. Kalau sakit pilek, ya semua orang juga kena, sakit yang smpai tumbang itu cuma satu kali, itu juga tifus karena kecapean. Selama 13 tahun saya nggak pernah sakit parah,” katanya.

 

Terjadi Mutasi Virus, Kini Masa Inkubasi HIV Menjadi Aids Lebih Cepat

 

Satu trik yang harus dijalankan ODHA setiap saat adalah menjalani pola hidup sehat. Namun, yang paling penting, menurut Ratri, harus dibarengi juga dengan pola hidup senang. Karena stress adalah penyebab utama rasa sakit dan membuat virus ganas itu makin mengerogoti tubuh.

Ratri sudah melihatnya terjadi pada temannya yang juga ODHA, yang hingga hari ini tidak bisa menerima kenyataan yang menimpanya. Harta dan keluarga yang selalu mendukung temannya itu, tidak membuat dia sehat. Dia malah sering keluar masuk rumah sakit, padahal keluarganya sangat mendukung. Ternyata kurang bahagia dan tidak menerima diri adalah faktornya.

“Saya pernah bilang ke dia, tahu nggak stigma terbesar itu datang dari diri sendiri, dan itu jauh lebih jahat daripada lingkungan yang mengucilkan. Kalau kamu punya lingkungan yang mengucilkan, kamu tinggal pindah, ganti kawan, pindah kerja, tapi kalau lu sendiri yang menstigma, mau kemana pun kamu pergi, dia akan ikut. Dari situ dia baru mikir,” ceritanya.

Karena peyakit HIV/AIDS berkaitan dengan beberapa bidang seperti ekonomi, sosial, dan psikis, Ratri pun memberikan masukan tersendiri kepada pemerintah. Dia berharap pemerintah untuk ikut ambil bagian secara aktif, karena isu HIV/AIDS adalah isu yang urgen dan emergensi.

Pemerintah kata dia tidak hanya membebankan penaggulangan HIV/AIDS kepada Kementerian Kesehatan. Baginya, Kemenkes hanya untuk penanggulangan dari aspek kesehatan.

“Tapi kan aspek sosialnya, bagaimana. Sekarang begini misalnya kenapa orang pakai drugs, kenapa orang gonta ganti pasangan, jajan? Itu kan ada faktor-faktor lain di luar kesehatan, faktor stress, dan lain-lain. Jadi bagi saya HIV ini bukan semata-mata isu kesehatan, ini sudah mencakup banyak hal termasuk ekonomi, sosial, dan edukasi.”

Untuk itu, menurut Ratri, komisi penanggulangan nasional masih sangat perlu diadakan, karena HIV berbeda dengan penyakit lainnya, sebab terkait banyak pihak. Dia berharap pemerintah harus sadar bahwa isu HIV bukan hanya isu tentang kesehatan. Sebab kalau ini yang terjadi maka pihak-pihak lain akan lepas tangan untuk menangani isu HIV.

 

Masih Berusia Produktif, 5 PMI di Sragen Terinfeksi HIV

 

Bagi Ratri edukasi tentang HIV/AIDS haru dilakukan dengan tepat dan cukup. Khususnya untuk kaum remaja, pendidikan tentang seksual dan juga HIV/AIDS ini sangat penting. Namun, pendidikan untuk menangkal terjadinya penyakit ini terganjal dengan kurangnya pemahaman dari masyarakat. Intervensi agama dan negara juga kata dia masuk dalam porsi yang salah.

“Cuma di sini kan selalu terganjal dengan hubungan bahwa hal itu untuk mengajari anak sekolah untuk melakukan seks. Nggak gitu sebenarnya. Persepsi itu salah, karena kita mengajarkan kepada remaja tentang resikonya kalau melakukan itu, di dalamnya banyak elemen, bukan mengajar bagaiaman cara ngeseks, tapi bagaimana agar remaja ini bisa proteksi diri, karena dia sudah paham dengan ilmu yang dia dapat,” tandasnya. []

Advertisement
Advertisement