April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Harus Ada Sangsi Bagi yang Tidak Mendukung Produk Dalam Negeri

2 min read

JAKARTA –  Kamis (24/03/2022) lalu, Presiden Joko Widodo sempat marah ketika mengetahui bahwa banyak kementerian dan lembaga (K/L) yang lebih memilih menggunakan produk impor dalam proses pengadaan barang dan jasa. Presiden, meminta kepada K/L untuk memberikan prioritas lebih terhadap produk-produk dalam negeri.

Langkah tersebut, mendapat dukungan dari Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinasi Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmat Gobel. Ia menilai bahwa pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pejabat negara melakukan keberpihakan terhadap produk dalam negeri, sudah tepat.

Lebih lanjut, Rachmat bahkan mendukung adanya sanksi bagi pejabat negara yang tidak melaksanakan kebijakan tersebut. Sebagai bentuk konkret dari keseriusan pemerintah mendukung produk dalam negeri.

“Dan yang tak kalah penting adalah harus menjadi bagian dari proses audit di BPK dan BPKP, serta kemudahan masuk dalam e-katalog oleh LKPP,” kata Rachmat Gobel melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat (250/03/2022).

Rachmat Gobel menyambut gembira sikap tegas Presiden Jokowi tersebut. Apalagi, katanya, sebetulnya Presiden sudah beberapa kali menyampaikan soal penggunaan produk dalam negeri. Bahkan Presiden sudah mengeluarkan peraturan pemerintah yang meregulasi tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk mengatur pemihakan terhadap produksi nasional.

Lebih jauh ia mengingatkan kelahiran UU Cipta Kerja adalah untuk meningkatkan investasi asing maupun dalam negeri guna membangun industri, menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan membangun kemakmuran.

“Tapi jika impornya masih ugal-ugalan maka UU Cipta Kerja sebagai Omnibus Law menjadi sia-sia. Muspro kalau kata orang Jawa. Mubazir,” ujar Rachmat Gobel.

Sebagai wakil rakyat, ia berkali-kali mengingatkan tentang keharusan pemihakan terhadap produk dalam negeri. Gobel pun pernah mempertanyakan efektivitas Penyertaan Modal Negara (PMN) ke banyak BUMN yang bernilai triliunan terhadap penggunaan produk dalam negeri.

“Jangan malah untuk impor, memperkaya negara lain, dan menyejahterakan buruh negara lain. Ini benar-benar mengkhianati amanat Pembukaan UUD 1945,” ujar mantan Menteri Perdagangan itu.

Gencarnya pembangunan infrastruktur, lanjutnya, juga jangan sampai menjadi instrumen untuk impor seperti pembelian baja, semen, peralatan, kabel, dan listrik.

“Demikian juga dengan pembangunan IKN Nusantara. Jangan sampai impor lagi. Di negara manapun pembangunan itu jadi momentum untuk menjadi mesin penggerak berbagai hal,” ujar mantan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Industri, Teknologi, dan Maritim itu.

Ia juga mengingatkan pembangunan itu tak semuanya berasal dari pajak, tapi juga dari pinjaman negara maupun swasta, sehingga harus memberi nilai tambah pada peningkatan produksi dalam negeri yang akan berdampak pada kemakmuran rakyat.

“Para pendiri bangsa tidak mendirikan negara ini untuk menjadi budak modern tapi untuk kejayaan dan kemakmuran seluruh rakyat. Indonesia bukan milik elitenya, tapi milik seluruh anak bangsa. Pak Presiden sangat menghayati semangat para pendiri bangsa ini,” ucapnya. []

Advertisement
Advertisement