April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Islam Tidak Menganjurkan Perempuan Menjadi PMI, Kecuali …

3 min read

Eksekusi mati Tuti Tursilawati menambah panjang rentetan kasus pekerja migran Indonesia di luar negeri. Tentu saja ini bukan kasus pertama yang sampai di telinga kita, puluhan kasus lainnya telah tercatat dalam sejarah Indonesia, kebanyakan justru terjadi pada pekerja migran perempuan.

Meskipun demikian, minat masyarakat Indonesia untuk menjadi PMI khususnya perempuan masih saja tinggi. Karena desakan ekonomi dan minimnya lapangan kerja, para perempuan terutama ibu rumah tangga rela meninggalkan negara dan kampung halamannya demi menafkahi keluarganya.

Perjalanan seorang perempuan ke negara penempatan sesungguhnya kurang baik bila tidak disertai mahram. Mayoritas ulama melarang perempuan bepergian jauh dalam waktu lama tanpa mahram. Sedangkan bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran biasanya memakan waktu lama hingga bertahun-tahun.

Larangan ini didasarkan pada hadis Nabi Saw

 

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا حُرْمَةٌ

 

“Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak diperbolehkan bepergian dalam jarak waktu satu hari satu malam tanpa ditemani mahramnya (HR. Bukhari)

Hadis senada juga diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam Tabrani, Imam Malik dan Imam Ahmad dengan lafadz yang sedikit berbeda namun bermakna sama.

Sedangkan Imam Muslim dan Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dengan lafadz berikut:

 

النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ، تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، تُسَافِرُ مَسِيرَةَ ثَلَاثِ لَيَالٍ، إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ

 

Nabi Saw bersabda “Seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir tidak diperbolehkan bepergian dalam jarak waktu tiga malam kecuali ia bersama mahramnya”

Hadis lain menyebutkan bahwa jarak yang boleh ditempuh sendirian oleh seorang perempuan adalah masafatul qashar, yaitu jarak perjalanan yang memperbolehkan seseorang boleh mengqashar shalat. Jika diangkakan yaitu sekitar 80 kilometer.

Kendatipun demikian, hadis di atas tidak luput dari berbagai tafsiran lainnya. Banyak juga ulama yang berpendapat bahwa larangan tersebut disebabkan kondisi yang tidak aman pada zaman dahulu, sehingga bahaya bagi perempuan jika bepergian sendirian.  Sedangkan menurut ulama madzhab Syafi’i, perempuan boleh bepergian tanpa mahram jika bersama perempuan lain yang baik.

Selain alasan tersebut, dalam Islam yang wajib mencari nafkah adalah suami. Sedangkan istri tidak dibebankan tanggung jawab mencari nafkah. Lalu mengapa harus istri yang pergi menjadi pekerja migran jika ia masih mempunyai suami?

Adapun jika sang suami memiliki keterbatasan hingga tak mampu mencari nafkah, atau sang istri adalah single parent maka ini termasuk kondisi dibolehkannya sesuatu yang diharamkan. Dengan kata lain, jika tak ada jalan keluar selain menjadi PMI, maka seorang perempuan diperbolehkan pergi ke negara lain untuk menjadi PMI.

Namun serentetan kasus PMI yang terjadi, baik kasus pidana, pelecehan maupun kekerasan menunjukkan bahwa bekerja sebagai PMI sangat beresiko. Selain jauh dari keluarga, pemerintah juga beberapa kali “kecolongan” dalam melakukan perlindungan terhadap PMI.

Selain itu, jika PMI melakukan pelanggaran maka hukum yang akan diberlakukan adalah hukum dari negara yang bersangkutan, kadangkala hukuman itu bisa lebih berat dari yang diterapkan di Indonesia.

Kasus Tuti yang dieksekusi mati tanpa pemberitahuan dari Arab Saudi ke pemerintah Indonesia menjadi bukti nyata yang ada di hadapan kita. Sehingga menjadi PMI bisa masuk kepada kategori “kondisi tidak aman”, meskipun hal itu tidak bisa disama ratakan di semua negara.

Perlu diingat pula, apabila suami tidak mampu menafkahi istri, maka istri memiliki hak untuk meminta bercerai. Namun istri tetap diperkenankan memilih jalan lain, misalnya dengan memilih menafkahi keluarga.

Hemat penulis, jika seorang perempuan khususnya istri harus mencari nafkah, maka sebaiknya ia mencari nafkah di negaranya, selain karena lebih aman baginya, ia juga dapat berkumpul bersama keluarganya, mendidik dan melihat langsung pertumbuhan anak-anaknya.

Sebisa mungkin sebaiknya menghindari pekerjaan sebagai PMI. Semoga Allah senantiasa melapangkan rezeki untuk hamba-hambanya yang senantiasa berusaha dan berdoa.

Wallahu a’lam bisshowab [Fera RN]

Advertisement
Advertisement