April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Lebih dari 40 Juta Penduduk Indonesia Tinggal di Kawasan Rawan Longsor

3 min read

JAKARTA – Puluhan juta orang Indonesia tinggal di daerah yang berpotensi longsor. Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho ada sekitar 40,90 juta jiwa yang tinggal di daerah yang potensi longsornya sedang hingga tinggi.

“(Jumlah) 40,90 jiwa itu diambil berdasarkan sensus penduduk tahun 2010,” kata Sutopo saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (2/1/2019) seperti dinukil dari CNN Indonesia.

Sutopo menjelaskan, puluhan juta penduduk itu tersebar di 274 kabupaten atau kota. Daerah rawan longsor itu tersebar di sepanjang Bukit Barisan di Sumatera, Jawa bagian tengah dan selatan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.

Menurut Sutopo, harusnya daerah-daerah yang berpotensi longsor itu tidak boleh untuk pemukiman. Daerah pemukiman seharusnya ditempatkan di daerah yang lebih aman dan harus berdasarkan pertimbangan analisis risiko bencana dan tata ruangan yang mendetail.

Untuk mencegah korban, kuncinya ada di tata ruang dan pelaksanaannya. “Jika dibiarkan saja, maka longsor menjadi bom waktu yang selalu terjadi saat musim hujan,” ujarnya seperti dipetik dari Tirto.co.id.

Sutopo mencontohkan, longsor yang terjadi di Kampung Cimapag, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Senin (31/12/2018) adalah salah satu contohnya. Sutopo menjelaskan, longsor tersebut terjadi akibat kemiringan lereng yang mencapai 30 persen, kondisi tanah yang mudah menyerap air, dan kontur tanah yang gembur. Selain itu juga perubahan status wilayah, yang harusnya diperuntukan untuk konservasi menjadi budidaya, malah menjadi pemukiman.

Daerah yang rawan longsor, bisa diketahui di situs Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Peta rawan bencana ini juga sudah diberikan kepada Pemerintah Pusat. Sekretaris Badan Geologi Antonius Ratdomopurbo mengungkapkan, telah memperbarui dan memberikan peta kerawanan bencana sebagai acuan Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk memberikan izin pembangunan.

Menurut Antonius, pembangunan harus mengacu pada tata ruang yang tepat, terutama terhadap wilayah-wilayah yang berpotensi besar terdampak bencana alam

Sutopo menyatakan, pemerintah daerah tidak bisa berdalih tak tahu peta tanah longsor di Indonesia karena data itu sudah lengkap dan bisa diakses. Jika pemukiman dikendalikan, maka masyarakat tidak bisa lagi membangun rumah di daerah yang rawan longsor.

Jika sudah terlanjur, pemerintah bisa membantu memperkuat fondasinya dengan menanam tumbuhan yang bisa menahan gerakan tanah. “Masyarakat harus diberi edukasi kebencanaan akan longsor mengancam mereka,” ucap Sutopo.

Bahaya bencana tanah longsor memang mengancam tahun ini. BNPB, akhir tahun lalu memprediksi, bencana hidrometeorologi akan dominan pada tahun 2019 ini.

Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dipengaruhi oleh faktor hujan, seperti banjir dan tanah longsor hujan. Bencana ini rentan terjadi di bulan Januari, karena di bulan pertama ini curah hujan diprediksi sedang berada di puncaknya. Dua tipe bencana ini bakal terjadi sejak awal tahun hingga April, lalu di pengujung tahun saat Indonesia kembali memasuki musim hujan.

Kepala BNPB, Willem Rampangilei akhir Desember lalu menyatakan bahwa bencana banjir akan membahayakan 489 kabupaten dan kota, sementara longsor mengancam 441 kabupaten dan kota. Potensi tinggi bencana banjir dan longsor berada di sebagian besar wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara.

Dominasi ancaman banjir dan longsor disebabkan masih luasnya kerusakan daerah aliran sungai, lahan kritis, laju kerusakan hutan dan lingkungan, serta perubahan peruntukkan lahan.[]

Advertisement
Advertisement