December 4, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Penghambat Manusia Bertemu Tuhannya

4 min read

JAKARTA – Kita senantiasa berupaya agar bisa selalu dekat dengan Allah Taala. Namun, ternyata setiap mukmin akan menjumpai rintangan menuju Allah.

Dilansir dari NU online, Imam Al-Ghazali menyebutkan ada empat rintangan atau penghalang besar yang mengganggu kedekatan kita dengan Allah.

 

  1. Dunia dan perhiasannya

Tak banyak disadari bahwa salah satu sandungan besar dalam perjalanan kita mendekat kepada Allah adalah dunia dan perhiasannya. Makanya kita harus berusaha meluruskan niat dan menyingkirkan godaan dunia dari hati kita.

Ini artinya, seorang penempuh jalan Allah atau siapa pun yang ingin dekat kepada-Nya bukan tidak boleh mencari dunia, bukan tidak boleh memiliki dunia, bukan tidak boleh mencintai dunia, tetapi ia tidak boleh menjadikan dunia sebagai tujuan, tidak boleh membiarkan hati mengikuti keinginan dunia, tidak boleh membiarkan hati dikendalikan oleh dunia.

Silakan saja mencintai dunia tetapi jangan sampai melupakan jalan Allah. Pasalnya, mencintai dunia sudah menjadi fitrah manusia sebagaimana yang telah diselipkan Allah dalam hati mereka. Demikian seperti yang tersirat dalam firman Allah SWT.

Artinya, “Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak,  kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan  di sisi Allahlah tempat kembali yang baik,” QS. Ali Imran [3]: 14).

Dalam istilah Al-Ghazali, kita harus zuhud dan tajarrud terhadap dunia. Zuhud dan tajarrud itu memiliki dua tujuan: (1) agar istiqamah dalam ibadah (2) mencapai ketinggian nilai ibadah itu sendiri.

Tingginya kualitas ibadah orang yang zuhud telah ditunjukkan Rasulullah dalam salah satu haditsnya: “Dua rakaat orang alim dan zuhud hatinya lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada ibadahnya orang-orang yang tidak zuhud hingga akhir masa selama-lamanya.”

 

  1. Makhluk

Yang dimaksud makhluk di sini secara spesifik adalah ciptaan-ciptaan Allah yang bernyawa dan berada di sekeliling kita, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Lebih spesifik lagi manusia di sekitar kita adalah anak, istri, keluarga, tetangga, teman, kolega, atasan, bawahan, termasuk hewan atau tanaman kesayangan.

Disebutkan oleh Al-Ghazali, sesungguhnya makhluk setelah menyibukkan kita selanjutnya akan menghalangi kita dari ibadah, bahkan adakalanya menjerumuskan pada keburukan.

Allah telah mengingatkan dalam Al-Qur’an:

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka, berhati-hatilah kamu terhadap mereka,” (QS. at-Taghabun [64]: 14).

Maksudnya, bukan berarti seorang salik tidak boleh bergaul dengan makhluk, tetapi jangan sampai terganggu pengaruh buruk mereka. Alih-alih dipengaruhi mereka, seorang yang ingin mendekatkan diri pada Allah harus membawa mereka ke jalan Allah.

Ingatlah pengaruh orang yang ada di sekitar kita sangat besar. Makanya, harus lebih banyak bergaul dengan para shalihin, dengan guru-guru pembimbing, dan orang-orang yang berpengalaman terhubung dengan Allah.

Sekiranya bergaul dengan makhluk akan membawa pengaruh buruk, maka kita hendaknya memilih uzlah atau menjauh dari mereka atau cukup bergaul seperlunya dengan mereka, seraya yakin tujuan dirinya adalah ingin sampai kepada Allah dan harus menyingkirkan rintangan-rintangannya, termasuk rintangan makhluk.

Namun demikian, mengurangi hubungan dengan makhluk bukan berarti kita memutus silaturahim dan berhenti menebar kebaikan dengan sesama, tetapi menyingkirkan segala pengaruh dan godaan yang datang dari arah mereka, menjauhi pergaulan yang tidak membawa dirinya semakin dekat dan semakin cinta kepada Allah. Kendati masih bergaul dengan makhluk, hati kita tidak tergantung dan tidak berharap pada makhluk.

 

  1. Setan

Selaku hamba yang ingin dekat dengan Allah, kita jangan pernah memberi kesempatan kepada setan untuk menggoda, kita harus tetap memusuhi setan. Pasalnya, Allah sendiri menyatakan, setan itu musuh yang nyata bagi manusia dan senantiasa menyesatkan. Kendati tampak menuntun kepada kebaikan tapi akhirnya tetap menjerumuskan.

Al-Qur’an telah mengingatkan, “Bukankah Aku telah berpesan kepadamu dengan sungguh-sungguh, wahai anak cucu Adam, bahwa janganlah kamu menyembah setan? Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu,” (QS. Yasin [36]: 60).

Yang perlu diwaspadai adalah tipu daya setan sangat halus dan lembut. Al-Ghazali mengutip pernyataan Yahya bin Mu’adz ar-Razi:

Artinya: “Setan itu santai, sementara engkau sibuk. Setan itu melihatmu, sedangkan engkau tidak melihatnya. Engkau melupakannya, sedangkan setan tidak melupakanmu. Lagi pula, setan itu memiliki banyak penolong dalam menggodamu.”

Salah satu cara agar kita terhindar dari godaan setan adalah memperbanyak dzikir dan berlindung kepada Allah karena tipu daya setan masuk di saat manusia lengah dan lupa pada Allah. Jangan pernah mengikuti tipu daya dan langkah setan, sebab sekali saja mengikutinya akan terus mengikutinya.

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari mengikuti langkah-langkah setan.”

 

  1. Nafsu

Nafsu, terutama nafsu amarah yang selalu menyuruh kepada keburukan. Demikian seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:

Artinya, “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf [12]: 53).

Dijelaskan Al-Ghazali mengapa nafsu merupakan rintangan yang paling sulit ditaklukkan karena musuh dan penjahat yang berada dalam diri sendiri. Bahayanya kadang tidak terlihat karena berada dalam satu rumah.

Terakhir, Al-Ghazali memberikan tiga cara memecahkan keinginan nafsu: (1) mengekang keinginan syahwat atau hal-hal yang diinginkan, (2) menahan beratnya beban ibadah, dan (3) selalu memohon pertolongan kepada Allah. Wallahu a’lam. []

Advertisement
Advertisement