April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Menikah, Apa Tujuanmu ?

2 min read

Suatu organisasi yang kuat, salah satu cirinya memiliki visi misi dan tujuan berorganisasi. Setiap langkah dan geraknya terukur dan terencana sesuai dengan visi organisasi. Hasilnya juga memuaskan dan membanggakan. Beberapa rencana terbengkalai itu biasa, asalkan tetap konsisten menggerakkan organisasi sesuai visi.

Sayangnya, organisasi pertama dan komponen utama dalam orchestra organisasi besar, yaitu keluarga, nyaris luput dari perencanaan visi. Jangankan visi, menetapkan tujuan berumah tangga saja rasa-rasanya tidak terlalu diutamakan.

Bukankah untuk menggelar resepsi pernikahan juga membutuhkan perencanaan? Memilih lokasi resepsi, tema pernikahan, undangan, konsumsi, fotografi hingga urusan hiburan akustikan atau kosidahan. Bukankah itu semua butuh perencanaan?

Mengapa usai resepsi pernikahan dengan anggaran yang tidak kecil itu tidak lagi ada perencanaan yang matang. Mengapa seolah ketika sudah berumah tangga penetapan visi dan penguatan tujuan tidak terlalu dibutuhkan. Mengapa?

Sebab, bagi sebagian orang, berhasil menikah saja diusia yang sudah lebih dari sekedar usia matang merupakan sebuah tujuan. Ah, yang penting nggak lagi dibilang “truck aja gandengan, masa kamu nggak punya gandengan siih?”

Setelah itu, biarkan mengalir apa adanya. Bekerja seperti biasa, aktivitas bersama teman dan keluarga hingga tanpa terasa usia pernikahan sudah masuk ke angka puluhan tahun. Anak-anak yang tadinya lucu, imut dan menggemaskan telah tumbuh menjadi sosok yang berbeda dari orang tuanya.

Semua masih mengalir apa adanya. Disaat orang tua sedang sibuk bekerja, rupanya anak-anak sedang mencari jati dirinya. Sang anak cukup kecewa, keluarga yang seharusnya menjadi tempat rujukan pertama informasi apa saja berubah menjadi “multimedia bisu”.

Yang dulu ketika kecil sebelum bisa berjalan masih suka diperhatikan, kini setelah pandai berlari sang anak dibiarkan sendiri. Bebas lepas berbuat sesuka hati. Puncaknya, sang anak tumbuh dewasa tapi krisis kasih sayang keluarga. Keluarga bagi mereka bukan tempat terbaik untuk meluapkan isi hati.

Melainkan sebagai tempat pengambilan uang, kapan saja jika anak-anak sedang membutuhkan. Orang tua, sanak saudara tidak saling mengontrol satu sama lain. Sebaliknya, antara adik dan kakak saling berkompetisi. Perilaku negatif pun kerap kali muncul dari kondisi seperti ini.

Jika menikah itu sendiri adalah tujuan, memiliki anak itu juga bagian dari tujuan pernikahan. Apakah perilaku negatif anak juga bagian dari tujuan pernikahan? []

Advertisement
Advertisement