April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Banyak yang Sulit Nyoblos Karena Surat Suara Dibuang Majikan

2 min read

JAKARTA – Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyebut ada 1.835.909 warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang menjadi daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2019. Jumlah itu sudah termasuk para PMI yang bekerja di berbagai negara.

Sekretaris Utama BNP2TKI Tatang Rajak mengatakan, berdasarkan pengalamannya menjadi Duta Besar Kuwait, tidak sampai sebagian diaspora yang menggunakan hak pilihnya. Terutama para PMI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART). Mereka kesulitan dapat izin dari majikannya.

“Biasanya TK domestik, pembantu rumah tangga itu mayoritas tidak diizinkan majikan memberikan hak suaranya. Bahkan, ini menjadi kesulitan bagi panitia pemilihan luar negeri itu, even kita mengirim per pos saja, apalagi di Timur Tengah, karena kan PO BOX tidak ada alamatnya. Nah itu, nanti dilihat sama majikannya kertas suara itu dibuang,” ujarnya dalam pertemuan media yang digelar di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (04/04/2019).

Menurutnya, kebanyakan ART di luar negeri tidak diperbolehkan keluar rumah oleh majikan. Tak hanya untuk menggunakan hak politiknya, melainkan juga hak sosialnya.

Selama ini, PMI yang turut meramaikan pesta demokrasi berasal dari kalangan profesional, formal, pelajar, dan keluarga. Dia memperkirakan, hak pilih di luar negeri hanya terpenuhi 25 persen.

“Kalau sebagian besar yang memberikan hak suara itu TK profesional dan formal. Itu pengalaman kami di luar negeri selama Pemilu, dari DPT sekalipun itu 800 ribu, yang memenuhi hak suara itu cuma 200 ribu,” papar Tatang.

Meski demikian, pihaknya memastikan akan berusaha memperbaiki persoalan tersebut. Misalnya, dengan mempermudah syarat data dalam pemilihan sehingga diaspora tidak lagi kesulitan.

“Jadi (mempermudah DPT dari) profesional, formal, para diploma, pelajar, independen keluarga. Pembantu boleh dimasukkan tapi yang bisa komunikasi,” jelas dia.

“Kalau tidak ya sudahlah. Karena anggaran dihitung per kepala, sangat tidak bijak ketika ada 1 juta (DPT), nanti dikali sekian ratus ribu, wah sudah sekian miliar. Padahal realitanya hanya 25 persen (yang memilih). Makanya saya nggak mau, karena nanti akan jadi peluang yang tidak baik,” pungkasnya. [Yesika/JP]

Advertisement
Advertisement