April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Imlek Di Mata PMI Hong Kong, Ada Yang Bengong, Ada Yang “Ora Kober Ndeleh Bokong”

3 min read

HONG KONG – Hong Kong sebagai salah satu negara tujuan penempatan pekerja migran Indonesia, sekaligus sebagai etnis pemilik tradisi Imlek, tentu tidak bisa tidak bagi siapa saja yang berada di Hong Kong merasakan suasana dengan segala konsekwensinya, momen hari besar Imlek yang menjadi hari Raya Spiritual bagi bangsa Tionghoa.

Sejak lama, ApakabarOnline.com mendengar penuturan dari banyak pekerja migran di Hong Kong tentang betapa sibuknya pekerjaan rumah tangga saat Hari Raya Imlek tiba. Mereka yang terlibat dalam kesibukan demikian, tentu mereka yang bekerja pada majikan yang merayakan Imlek di Hong Kong. Jawaban yang substansinya “Nganti Ora Kober Ndeleh Bokong, mas” merupakan jawaban yang umumnya dilontarkan oleh mereka yang terlibat dalam hiruk pikuk imlek pada keluarga majikannya.

Namun, ada pula pekerja migran yang bekerja pada majikan yang tidak merayakan Imlek, atau tidak merayakan Imlek di Hong Kong. Mereka biasanya para majikan yang berlatar ekspatriat atau etnis non chinese, atau etnis Chinese namun saat lebaran Imlek, mereka merayakannya dengan pulang ke kampun g halaman di kawasan Main Land atau China Daratan. Mereka yang bekerja pada majikan yang kondisinya demikian, banyak yang mengaku kesepian lantaran tinggal dirumah majikan sendirian hingga beberapa hari lamanya.

Tak berbeda jauh, pada perayaan Hari Raya Imlek tahun 2018 kali ini, beberapa pekerja migran di Hong Kong menyampaikan pengalamannya tentang suasana di rumah majikan.

Oka Andika, seorang pekerja migran di Hong Kong asal Bali mengaku pada perayaan Imlek tahun ini dia tidak disibukkan dengan momen lebaran Imlek di rumah majikannya, lantaran seluruh keluarga majikan, memilih melakukan perjalanan liburan ke luar Hong Kong. Ditinggal majikan, Oka mengaku “boring”.

“Senengnya nggak repot, bosennya sepi nggak ada temen di rumah. Karena aku bukan tipe kung yan yang doyan kluyuran, jadi saat libur Imlek ya di rumah majikan saja” tutur Ooka kepada Hana Yohana Dari ApakabarOnline.com.

Oka mengaaku, selama bekerja di majikannya yang sekarang, setiap tahun baru imlek, selalu ditinggal sendirian di rumah, lantaran majikan Oka tidak merayakan imlek. Namun, meskipun ditinggal di rumah sendirian, Oka mengaku, majikannya menitipkan pesan agar hati-hati di rumah, jaga diri baik-baik dan agar tidak memasukkan orang asing ke rumah.

Hal serupa, juga dialami oleh Eli Remisti, pekerja migran di Hong Kong asal Malang. Eli mengaku, setiap tahun baruu Imlek, majikannya sering meninggalkan Eli seorang diri di rumah hingga 10 hari lamanya. Bagi Eli, 10 hari seorang diri, dia manfaatkan sebaik-baiknya untuk merelaksasi dan mengistirahatkan diri setelah setahun lamanya praktis keseharian Eli berkesibukan tinggi dengan pekerjaan di rumah majikannya.

“Keseharian saya biasanya padat, dari mengurus rumah, mengurus anak sekolah dan les. Saya senang, karena bissa beristirahat total” aku Eli.

Tak ketinggalan, Rochani, pekerja migran di Hong Kong asal Ponorogo juga mengalami kondisi seperti Oka dan Eli. Ditinggal sendirian antara seminggu hingga 10 hari di rumah majikan, Rochani mengaku merasa bosan dan takut.

“Kelamaan begitu, perasaan saya sih malah bosen dan feel alonly bgt. Juga perasaan takut terjadi hal yang tidak diinginkan gitu”  aku Rochani.

Kondisi 3 pekerja migran tersebut, berbeda dengan Yuli, seorang pekerja migran di Hong Kong asal Solo. Di tengah tingginya kesibukan pekerjaan di rumah majikannya saat lebaran Imlek, kepada ApakabarOnline.com, Yuli mengaku sejak seminggu sebelum Imlek, Yuli sudah mulai meninggi kesibukannya.

“Sejak seminggu sebelum Imlek, pekerjaan bersih-bersih rumah, memasang ornamen Imlek, dan persiapan makanan sajian Imlek” terangnya.

Bersih-bersih menjelang Imlek, menurut pengakuan Yuli berbeda dengan bersih-bersih di hari biasa. Bersih-bersih menjelang imlek, dirinya mengaku sampe merasa sesak pernafasannya lantaran aroma cairan kimia yang digunakan untuk membersihkan dinding dengan noda membandel, serta perabotan lain. Kondisi demikian, tentu berat bagi Yuli, lantaran disamping bersih-bersih dengan intensitas lebih, Yuli juga harus tetap mengurusi dua orang lansia yang lakki-laki berusia 100 tahun dan yang perempuan berusia 90 tahun.

Banyaknya benda-benda pernik spiritual (jimat) yang jumlahnya lebih dari 500, juga membuat Yuli praktis tidak pernah bisa berleha-leha setiap Imlek tiba. Pasalnya, seluruh jimat tersebut harus dia cuci pakai sabun hingga bersih (dijamas) kemudian satu persatu di lap dan dikembalikan ke tempatnya.

“Jangan ditanya sing rasane awak, sing jenenge boyok, sing jenenge kaki, saat Imlek begini” aku Yuli.

Bahkan, sejak 3 hari sebelum Imlek, Yuli tidak sempat mandi.  Tingginya kesibukan Yuli juga disebabkan, majikan tempatnya bekerja merupakan tempat berkumpul 11 orang anak kakek dan nenek yang dia asuh. Praktis, setiap Imlek, 11 orang anak majikan Yuli akan datang dan pergi dengan menikmati menu makanan yang terdiri dari 11 jenis menu selama 3 hari.

Yuli, merupakan salah satu kategori pekerja migran yang “Ora Kober Ndeleh Bokong”, sedangkan Oka, Eli serta Rochani, mewakili pekerja migran yang bebas dari pekerjaan sampai membuat bengong mengisi waktu kosong. [Hana]

Advertisement
Advertisement