April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Per Tahun 2019, Setiap 40 Detik Ada Satu Nyawa Melayang Karena Bunuh Diri

4 min read

JAKARTA – Catatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2019 soal angka bunuh diri mengejutkan. Satu orang melakukan bunuh diri tiap 40 detik sekali.

Setiap tahun diperkirakan sekitar 800.000 orang meninggal karena bunuh diri. Angka ini hanya kalah dari kecelakaan jalan raya, namun sayangnya lagi menurut WHO, topik ini jarang dibicarakan.

Dari sisi gender, melansir data WHO pada tahun 2016, tingkat bunuh diri pria sebanyak 13,5 per 100.000, sementara di kalangan perempuan 7,7 per 100.000 orang. Meski angka pria dan perempuan bisa berbeda pada tiap-tiap negara namun secara global laki-laki lebih banyak yang melakukan bunuh diri dibanding perempuan.

Bunuh diri di kalangan laki-laki tertinggi terjadi di Rusia dengan 48 per 100.000 orang, lebih tinggi enam kali lipat di banding perempuan di negara itu, mengutip laman BBC News, Minggu (15/09/2019).

Padahal, dampak tindakan bunuh diri sangat besar, terutama terhadap mereka yang ditinggalkan seperti anak, orang tua, pasangan, teman dan rekan kerja.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika tahun lalu memperkirakan, satu tindakan bunuh diri bisa berdampak pada 135 orang di sekitar mereka.

“Dampak psikiatris pada orang yang terpapar bunuh diri akan lebih besar jika orang itu sangat dekat dengan korban, tak peduli apakah anggota keluarga atau bukan,” kata Dr. Julie Cerel dari University of Kentucky.

Namun terkadang kita berada di pihak yang menghadapi tantangan untuk membicarakan masalah pelik ini.

 

Memulai percakapan

Tak ada yang salah atau betul ketika bicara soal perasaan ingin bunuh diri (suicidal feeling). Yang terpenting adalah memulai percakapan, kata Emma Carrington, juru bicara lembaga nirlaba Rethink UK.

“Pertama, kita harus akui ini adalah percakapan yang sulit, dan bukan percakapan sehari-hari. Jika Anda merasa gugup, itu wajar.”

“SItuasinya tak akan lebih buruk, karena memang sudah buruk. Maka yang terpenting, mendengarkan tanpa menghakimi.”

Bagaimana berbicara dengan orang yang ingin bunuh diri:

  • Pilih tempat yang tenang yang bisa membuat nyaman.
  • Pastikan Anda berdua punya waktu cukup untuk berbicara.
  • Jika Anda merasa berkata salah, jangan panik. Jangan terlalu keras pada diri sendiri.
  • Fokus pada lawan bicara, lakukan kontak mata, simpan telepon genggam Anda. Berikan perhatian penuh.
  • Mungkin butuh waktu dan beberapa kesempatan sebelum seseorang bisa bicara terbuka.
  • Gunakan pertanyaan terbuka, yang membutuhkan lebih dari jawaban ya/tidak. Pastikan Anda mengerti.
  • Jangan memotong percakapan atau menawarkan solusi; jangan menyerobot dengan menyatakan ide Anda sendiri tentang apa yang mungkin dirasakan oleh lawan bicara Anda.
  • Pastikan lawan bicara Anda tahu di mana bisa dapat pertolongan profesional.

 

Siapa saja yang terkena risiko?

Bunuh diri berdampak pada orang berbagai usia, tapi secara global tingkat bunuh diri di kalangan pria lebih tinggi.

Ada hubungan erat antara bunuh diri dan kesehatan mental (khususnya depresi dan konsumsi alkohol). Namun bunuh diri banyak terjadi secara impulsif pada saat krisis, ketika seseorang berada dalam tekanan hidup, masalah keuangan, putus hubungan, atau menderita penyakit parah.

Angka bunuh diri di kalangan pedesaan juga tinggi, begitupun di kalangan kelompok rentan yang mengalami diskriminasi semisal pengungsi dan migran, penduduk asli, LGBTQ dan orang dalam penjara.

Menurut WHO, risiko lebih besar dapat menimpa orang yang mengalami konflik, bencana, kekerasan, kehilangan dan perasaan kesepian.

Bahkan ketika Anda tak setuju pada yang dikatakan, Anda perlu membiarkan orang tersebut bicara terus terang tentang apa yang membuatnya tertekan.

“Banyak yang merasa sendiri, sekalipun dikelilingi banyak orang. Juga orang yang merasa tertekan secara ekonomi. Ini bisa menimpa seseorang secara bertubi-tubi,” kata Carrington dari Rethink UK.

“Kadang-kadang seseorang bisa benar-benar merasa kewalahan jika tak mendapat dukungan orang sekitar mereka.” lanjutnya.

 

Yang bisa dilakukan masyarakat

WHO mengatakan pemerintah bisa melakukan banyak hal untuk mencegah bunuh diri:

  • Membongkar stigma dan lebih banyak membicarakan masalah ini.
  • Membantu orang muda untuk mengembangkan kemampuan menghadapi tekanan, khususnya di sekolah.
  • Melatih pekerja kesehatan nonspesialis untuk menilai dan mengelola perilaku yang dekat dengan tindakan bunuh diri.
  • Mengenali dan mendukung orang-orang yang berisiko dan terus berhubungan dengan mereka dalam jangka panjang.
  • Membatasi akses kepada barang-barang berbahaya.

 

Memberantas mitos

Organisasi kesehatan mental mencoba memberantas hal yang mereka anggap mitos yang menghinggapi orang banyak: bahwa berbicara tentang bunuh diri akan memberi ide buruk kepada seseorang.

Menurut lembaga nirlaba Beyond Blue di Australia bicara tentang bunuh diri bisa mengembalikan harapan kepada orang yang berpikiran untuk bunuh diri.

Masyarakat perlu memahami bahwa berbicara tentang bunuh diri tidak akan memberi ide buruk kepada seseorang.

Satu survei terhadap 3.000 warga Australia yang dilakukan lembaga nirlaba ini menemukan bahwa 30% khawatir bicara soal bunuh diri malah akan memperburuk keadaan bagi lawan bicara.

 

Tidak menghakimi

“Anda tak perlu menjadi seorang pekerja kesehatan profesional untuk memberi dukungan. Anda hanya perlu siap jadi lawan bicara yang baik,” kata Julia Gillard, mantan perdana menteri Australia yang mendirikan Beyond Blue.

Mencari bantuan profesional adalah cara aman mengakses terapi dan obat-obatan untuk memulihkan keadaan.

Namun menurut Carrington, berbicara terbuka topik ini bisa memperlihatkan kita tak lagi menghakimi soal bunuh diri.

Pada gilirannya, ini bisa membantu calon korban merasa lebih aman – setidaknya untuk jangka pendek.[]

Advertisement
Advertisement