Curhat Seorang Suami PMI : Ternyata Aku Dipoliandri
Sambungan dari Halaman Sebelumnya
Butuh waktu bagiku untuk menyikapi informasi tersebut. Mengklarifikasi ke Yuli, setiap aku menghubungi dengan nomerku tidak pernah diangkat lagi. Akhirnya aku mendapat saran untuk meminta data otentik dari KJRI Hong Kong untuk memastikan. Saat aku terhubung dengan KJRI, pihak KJRI tidak bisa memberikan informasi yang aku minta tanpa ada pengantar dari kepolisian. Kesokan harinya aku langsung membuat laporan polisi dengan membawa bukti yang aku dapatkan dari seseorang tadi, berikut kesaksian dari beberapa orang yang dengan keihlasannya peduli pada nasibku.
Singkatnya, setelah laporan polisi dibuat, pihak kepolisian kemudian menghubungkan aku kembali dengan pihak KJRI Hong Kong untuk mendapatkan data tersebut. Beberapa hari kemudian, balasan dari KJRI Hong Kong pun datang. Sebuah dokumen pernikahan atas nama istriku dengan seseorang warga negara Hong Kong yang ternyata telah dilangsungkan 6 tahun sebelum Yuli menikah dengan aku yaitu pada Desember 2007. Penyidik kepolisian langsung menyatakan hal tersebut merupakan tindak pidana dan dapat dikenai pasal berlapis.
Proses dikepolisianpun berlanjut, polisi bertindak cepat. Saat polisi mendatangi alamat rumah Yuli dengan maksud akan mendatangkan ke kantor polisi untuk kepentingan penyidikan, ternyata Yuli sudah tidak ada di rumah lagi. Keluarga menyatakan Yuli sudah terbang kembali ke Hong Kong. Orang tua Yulipun akhirnya dibawa ke kantor polisi untuk diperiksa. Saat polisi menanyakan tentang status pernikahan Yuli di Hong Kong, kedua orang tua Yuli hanya bisa menjawab tidak tahu apa-apa sembari menangis tersedu-sedu. Namun, polisi punya kesimpulan lain, meskipun mereka menjawab demikian. Polisi tetap berkeyakinan, keluarga Yuli terlibat dan mengetahui. Sebab di dalam berkas yang menjadi persyaratan menikah di Hong Kong, tanda tangan dan pernyataan orang tua merupakan salah satunya.
Kesimpulan hasil penyidikan dan penyelidikan tersebut bermuara pada ditetapkannya status tersangka kepada Yuli dalam kasus ini. Dengan demikian, pelan tapi pasti, Yuli akan menjalani proses peradilan atas perbuatannya. Terlebih lagi, antara Hong Kong dan Indonesia memiliki hubungan ekstradisi. Jadi tidak mungkin Yuli akan bisa lari dari tanggung jawabnya di mata hukum.
Perkembangan tersebut tentu mengejutkan keluarga Yuli. Sudarno bapak Yuli syok berat hingga berakibat depresi. Kesadarannya untuk kontak dengan realitas sudah nyaris putus sama sekali berganti dengan perilaku agresif yang membahayakan keselamatan jiwa siapa saja. Disisi lain aku sangat kasihan dengan kenyataan yang dialami bapaknya Yuli. Bagaimanapun juga aku pernah tinggal serumah dengan beliau. Bahkan perhatian beliau terhadap aku sudah seperti terhadap anak sendiri. Namun kenyataan harus berbicara lain. Dimata hukum, siapa saja memiliki posisi yang sama, tidak ada dskriminasi. Kejahatan yang dilakukan oleh Yuli harus diselesaikan dengan jalur hukum dengan berbagai konsekwensinya.
Disaat progres penanganan masalah sudah sampai seperti sekarang ini, Yuli semakin tidak bisa aku hubungi. Persoalan ini sudah terekspos media masa baik dalam negeri maupun media masa komunitas BMI Hong Kong. Dan aku yakin Yuli juga mengetahui progres penanganan masalah ini. Namun beberapa orang di media sosial yang aku tidak tahu persis siapa mereka tiba-tiba mulai membangun opini. Disamping menyerang dan membalikkan aku sebagai pihak yang mencari masalah, sekelompok orang tersebut seakan menghakimi bahwa aku adalah pelaku kejahatan, sedangkan Yuli adalah korban. Entah siapa dan apapun opini mereka aku tetap tidak gentar sebab semua alat bukti sudah ditangan yang berwenang.
Masalah yang justru membebani aku adalah saat aku melihat dan memahami perasaan keluarga besarku, utamanya kedua orang tuaku dan kedua orang adikku. Aku sangat paham betapa mereka sangat terpukul mengetahui kenyataan ini, betapa mereka sangat malu dan cenderung menutup diri dari pergaulan di masyarakat padahal sebelumnya tidak. Yang aku bisa lakukan hanyalah memotivasi mereka, meyakinkan mereka bahwa semua sudah ada yang menangani, dan Allah maha adil.
Disisi lain, aku berusaha mengambil hikmah atas kejadian ini. Mencari jodoh dari media sosial ternyata sama halnya dengan membeli kucing dalam karung. Jadi tidak bisa kita begitu saja percaya dengan apa yang nampak di media sosial. Jadi kepada seluruh pembaca, saya berpesan jangan sampai mengalami hal yang seperti sedang saya alami. Jangan mudah percaya dengan kemolekan media sosial. Sebab meskipun tidak seluruhnya, kemolekan di media sosial itu cenderung hanya menjadi topeng saja untuk menyembunyikan buruk rupa asli pemiliknya.
Kepada Yuli, aku menyarankan, berinisiatiflah untuk segera pulang kemudian menyerahkandiri ke kepolisian. Sebab yang demikian akan meringankan sangsi hukum yang akan kamu jalani. Atau kalau kamu mau menyiapkan pengacara lagi seperti saat menuntut cerai di pengadilan agama seperti beberapa waktu yang lalu aku rasa tidak ada salahnya. Itu hak kamu. Yang pasti, buah dari perilakumu kemarin sudah menyakiti dan menyusahkan banyak orang. Baik dikeluargaku maupun dikeluargamu. Kedua orang tuamu mau tidak mau pasti akan terseret dalam mengadili kejahatanmu.
Perbuatanmu bukan saja merugikan banyak pihak dari sisi materi saja, akan tetapi kerugian moril sampai kapanpun tidak akan pernah digantikan dengan materi. Kerugian moril sampai kapanpun pasti akan meninggalkan bekas luka yang menjadi pengingat setiap kali melihatnya. Aku hanya bisa mendoakan semoga kamu mendapat Hidayah dari Allah SWT, kamu cepat sadar kemudian kamu bertanggung jawab akan perbuatanmu. Andai saja kamu bisa mengelak dari tanggung jawab di dunia, di akhirat nanti siapapun tidak akan pernah bisa merekayasa hukum sang Khaliq. Sebagai umat beragama, tolong jangan lupakan itu. Selesai [seperti dituturkan KCW kepada Asa (02/11) dari ApakabarOnline.com]